Minggu, 10 November 2013

Perkembangan Ekonomi Politik Internasional


DINAMIKA EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL YANG DIPENGARUHI OLEH TIGA PERSPEKTIF UTAMA : LIBERALISME, MARXISME DAN REALISME


Dalam dinamika ekonomi politik internasional pasar modern yang harus diboncengi dengan regulasi politik yang matang untuk mencegah berkembangnya pasar gelap yang diwarnai aksi penyuapan, penyelundupan dan ancaman (Jackson & Sorensen, 1999: 228). Seperti yang kita ketahui bahwa ekonomi politik internasional merupakan interaksi antara kerangka berfikir pasar dan juga negara secara kompleks (Gilpin, 1987). Dalam sistem pasar modern itu sendiri terdapat tiga pendekatan utama yang berakar dari ideologi liberalisme, marxisme dan juga realisme (Jackson & Sorensen, 1999: 231-239). Tiga teori kontemporer inilah yang pada sistem ekonomi modern memberi andil dalam strukturisasi order ekonomi dunia, dan melibatkan banyak aktor sebagai kompetitor, hegemon maupun penjaga kestabilan ekonomi politik dunia.
Tiga teori kontemporer ini adalah teori Dual Economy oleh liberalisme. Teori Modern World System oleh marxisme dan teori Hegemonic Stability rancangan realisme. Yang pertama dibahas adalah teori Dual Economy. Teori ini beranggapan bahwa setiap sektor ekonomi baik itu nasional maupun internasional harus dianalisas dalam kerangka dua sektor relatif yakni modern dan tradisional. Sektor modern menekankan adanya karakteristik progresif dimana terdapat efisiensi produksi dan integrasi ekonomi dalam tingkatan yang mapan. Sementara di sektor tradisional diutamakan mode of production bagi kawasan lokal secara efisien pula. Teori ini juga berpendapat bahwa proses perkembangan ekonomi mengusung perusahaan dan bentuk transformasi dari sektor tradisional menuju bentk modern melalui modernisasi ekonomi, politik dan sosial. Dengan ini, aktor yang sangat dominan bagi teori ini adalah institusi ekonomi dan pihak swasta itu sendiri (Gilpin, 1987: 66).
Teori yang kedua digawangi oleh pemikir marxisme diantaranya Paul Baran, Immanuel Wallerstein dan Andre Gunder Frank. Teori ini disebut Modern World System Theory, yang beraggapan bahwa adanya redefinisi tentang apa itu modern, world dan system serta kaitannya dalam ekonomi politik internasional. Modern diartikan sebagai korelasi antara ranah politik dan ekonomi yang telah berkembang menjadi lebih kompleks. World berarti analisis secara menyeluruh dalam segala level di tingkat struktural. Dan system diartikan sebagai seluruh bagaian dari struktur yang berbeda tersebut dalam membentuk korelasi yang sinergis secara fungsional dalam bentuk hukum ekonomi. Sehingga Modern World System dapat diartikan sebagai upaya peyusunan tugas para politikal ekonom dalam proses analisis origin, struktur dan fungsi dari sitem itu sendiri. Pada perkembangannya, teori ini mampu mempengaruhi banyak negara berkembang dalam memenuhi permintaan publik yakni penyusunan New International Economic Order (Gilpin, 1987: 72).
Teori yang ketiga disebut Theory of Hegemonic Stability yang digawangi oleh ideologi realisme dengan prinsip struggle for power. Teori ini berpendapat bahwa pasar modern di era kekinian yang cenderung liberal dan kompetitif memerlukan satu aktor yang berada pada posisi suprastate global yang disebut hegemoni. Aktor hegemoni ini bertugas dalam upaya stabilisasi dan security ekonomi global. Melemahnya aktor hegemoni ini akan menyebabkan ikut melemahnya rezim ekonomi internasional (Keohane, 1980: 132 dalam Gilpin, 1987: 72). Contoh dari efek domino ini adalah peristiwa Great Depression  (Kindleberger, 1986: 8-9 dalam Gilpin, 1987: 80). Bagi teori ini, liberalisasi ekonomi akan menyebabkan kondisi diskriminasi kekuatan ekonomi politik antara negara core dan periphery serta tidak menjamin adanya perkembangan secara maksimal pada negara berkembang akibat eksploitasi negara maju. Oleh sebab itu diperlukan adanya aktor hegemoni sebagai penahan norma dan aturan ekonomi liberal tersebut (Gilpin, 1987: 72). Hal ini efektif dijalankan oleh Inggris saat berjalannya Pax Britanica dan Amerika Serikat sebagai lead GATT dan IMF. Hegemoni juga diperlukan dalam menjawab tantangan maraknya “free rider” dalam rezim (Gilpin, 1987: 74).
Tiga teori di atas memiliki peran yang besar dalam proses perubahan struktural dalam sektor politik dan ekonomi internasional. Di era modern ini terjadi berbagai konflik baik itu dalam lingkup politik, ekonomi maupun sosial. Adanya berbagai konflik ini yang lalu mempengaruhi perubahan dalam sektor ekonomi dan politik dunia. Adanya dinamika ini tentu saja harus dipahami sebagau interaksi antara negara dan pasar dalam jangkauan histori yang luas. Ketika apa yang telah dipahami dalam tiga teori tersebut berubah, maka perubahan struktural dalam interseksi politik dan ekonomi itu sendiri akan berubah. Sehingga evaluasi teori inilah yang mengantarkan dunia pada proses perubahan (Gilpin, 1987: 81). Perubahan utama dalam wilayah ekonomi dan politik internasional disebabkan oleh tujuan utama dari negara itu sendiri dalam memanfaatkan kekuasaan organisasi untuk merubah struktur. Struktur-struktur tersebut termasuk pembenahan institusi sosial, distribusi hak properti, divisi buruh, relokasi aktivitas ekonomi, organisasi pasar dan keberlanjutan rezim oleh pemerintah. Dalam perubahan ini, ketiga teori tersebut memiliki penekanan masing-masing. Dual Economic menekankan adanya self-interest secara universal untuk memaksimalkan keuntungan melalui evolusi ekonomi dunia (Gilpin, 1987: 81). Sementara itu, Modern World System lebih menekankan pada pengamatan sejarah dalam dinamika ekonomi politk internasional, sehingga teori ini mengatakan bahwa politik ekonomi internasional harus dibangun secara integratif dan melibatkan peran negara periphery disamping negara core (Gilpin, 1987: 83). Dan disisi Hegemonic Stability Theory menyatakan bahwa kebijakan komersial seringkali dilakukan oleh koalisi domestik yang disebut “social purpose”. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan yang disebabkan oleh tingkah laku negara dalam mencapai objek ekonomi masing-masing sesuai dengan teori Prisoner Dilemma (Conyheare, 1985 dalam Gilpin, 1987: 87). Sehingga dalam bentuk perubahan apapun, hegemoni tetap dibutuhkan.
Mekanisme perubahan struktural itu sendiri terjadi dalam cakupan kekuatan aktor dan sistem operasi pasar. Bagi marxisme, semangat religius, institusi sosial dan sumber daya alam serta teknologi adalah motivasi semanagat perubahan dalam masyarakat. Sementara bagi ideologi Barat, sekularisasi, liberalisasi ekonomi dan nasionalisme akan melanjutkan revolusi industri yang telah ada dan memunculkan pasar dan nation-state sebagai organisasi utama dalam bidang ekonomi dan kehidupan politik (Gilpin, 1987: 92). Namun pada kenyataannya perkembangan ekonomi politik dunia ini tidak berjalan secara serempak dan seimbang di seluruh dunia, melainkan menjalar dari satu pusat yakni negara maju dan lalu diikuti secara lambat oleh negara berkembang. Kondisi ini diperarah dengan berbagai tantangan seperti pertumbuhan ekonomi yang stagnan di beberapa negara, kemunculan dan kemunduran kepemimpinan ekonomi global, variasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang cenderung tidak stabil, hingga konflik ekonomi yang terjadi antarnegara akibat adanya kompetisi perebutan pengaruh dan juga pasar.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan struktural dalam ekonomi politik internasional meliputi tiga fokus utama yakni pergeseran aktivitas ekonomi dari satu daerah ke wilayah yang lain, adanya kemunculan dan keruntuhan sektor ekonomi serta peningkatan ekonomi internasional secara integratif. Sehingga dengan perubahan ini diharapkan baik kehidupan ekonomi maupun politik dunia dapat bersifat complementary.
Reference:
Gilpin, Robert. 1987. “The Dynamics of International Political Economy”, dalam The Political Economy of International Relation. Princeton: Princeton University Press, pp. 65-117.
Jackson, Robert and G. Sorensen. 1999. “International Political Economy”, dalam Introduction to International Relations, Oxford: Oxford University Press, pp. 175-216
Gilpin, Robert. 2001. “The Study of International Political Economy”, dalam Global Political Economy: Understanding the International Economic Order, Princeton: Princeton University Press, pp. 77-102.

Sejarah Perkembangan Ekonomi Politik Internasional
Proses perkembangan EPI sebetulnya banyak ditentukan oleh empat variabel yaitu: ekonomi, politik, struktur sosial dan kebudayaan tetapi dalam tahapan berikutnya muncul sendiri-sendiri akibat perkembangannya disiplin masing-masing, EPI ditentukan oleh dalil-dalil pertumbuhannya dari interaksi kekuatan ekonomi dan politik dan pada kekuatan variabel EPI dalam perkembangannya saling mendominasi dan seringkali menjadi bahan perdebatan, sumbangan ilmu ekonomi, pada kemajuan EPI sangat menentukan dibandingkan ilmu politik yang lebih berkiprah kepada analisis-analisis kekuatan atau power dan kebanyakan para pakar politik kontemporer sepakat bahwa studi EPI dari dimulainya diskusi-diskusi ketidakadilan dalam sistem internasional terutama dalam tata ekonomi dunia yang dikuasai oleh negara-negara besar industri yang maju, ketidakadilan tersebut secara garis besar dapat dibagi dalam tiga pola:
a. Tidak meratanya pembagian kekayaan di dunia diantara negara-negara kaya yang maju dan negara-negara dunia ketiga yang miskin, 
b. Tidak meratanya angka-angka pertumbuhan ekonomi dalam sistem, dan 
c. Tidak meratanya pembagian kekayaan materiil di sebagian negara-negara ketiga itu sendiri.

Perhatian para sarjana setiap interaksi ekonomi dan politik sebenarnya telah lama berlangsung artinya para sarjana telah lama mengakui bahwa ekonomi dan politik mempunyai keterkaitan yang erat dan sulit dipisahkan, sejak berkembangnya aliran merkantilisme pada abad ke-17, studi-studi mengenai kaitan antara ekonomi dan politik sudah banyak menjadi perhatian di perguruan-perguruan tinggi di Eropa bahwa EPI adalah sebuah cabang studi yang sangat populer pada era merkantilisme.

Salah satu faktor yang menyebabkan studi EPI menjadi sangat populer karena aliran merkantilisme mengajarkan perlunya pengintegrasian aktivitas ekonomi dengan aktivitas politik bahkan menurut penganut aliran merkantilisme setiap negara harus mengutamakan kepentingan nasionalnya telebih dahulu, lalu kegiatan-kegiatan dan faktor-faktor ekonomi harus disubordinasikan kepada kegiatan-kegiatan, kepentingan-kepentingan politik karena kebijakan-kebijakan ekonomi hanya merupakan alat bagi perjuangan untuk mencapai kekuatan atau kekuasaan yaitu politik.

Akan tetapi tatkala paham atau aliran liberalisme mulai berkembang dan berjaya dari abad ke-19, perhatian para ahli terhadap interaksi ekonomi politik mulai berkurang, studi EPI mulai dilupakan karena ekonomi dan politik bercerai-berai dalam ekonominya sendiri-sendiri walaupun realitasnya hubungan interaksi ekonomi dan politik sulit dipisahkan berkembangnya paham liberalisme membuat ilmu ekoomi tidak mau dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lainnya, para ahli ekonomi liberal menyangkal konsep merkantilisme yang mengintegrasikan ekonomi dalam tujuan politik dengan alasan mereka adalah sebagai berikut:

a. Suatu sistem ekonomi didasarkan atas proses produksi, distribusi, konsumsi barang dan jasa, proses ini beroperasi di bawah hukum alam secara ekonomis tanpa harus dicampuri untuk kepentingan-kepentingan lainnya khususnya kepentingan politik, dengan kata lain tanpa adanya campur tangan kepentingan lain sistem ekonomi harus dapat berjalan secara normal dan alamiah. 
b. Politik tidak mengindahkan atau tidak berjalan berdasarkan hukum alam, politik adalah arena hubungan dengan kekuasaan, pengaruh dan keputusan yang mana semuanya ini tidak berlangsung secara alamiah, maka jika kepentingan politik memasuki arena ekonomi, maka suatu disharmoni atau kekacauan akan terjadi, yaitu kekacauan dalam sistem ekonomi.

Akibatnya atau konsekuensinya studi EPI yang telah berkembang sejak abad 17 terpecah-belah menjadi disiplin EPI dan politik internasional yang masing-masng berpijak pada landasan teoritis dan pusat perhatian sendiri-sendiri, tetapi setelah perang dunia kedua berakhit tahun 1945, konsepsi liberal mulai goyah karena sudah dianggap tidak menjawab tuntutan jaman, yang menjadi tuntutan jaman pada waktu itu adalah bagaiman dapat melindungi ekonominya sendiri-sendiri, munculnya negara-negara baru yang berperan akfif dalam proses EPI dan mempraktekkan kebijakan ekonomi politik yang nasionalis yaitu yang melindungiekonomi masing-masing maka muncullah paham yang dinamakan transformasi dalam suatu ekonomi dan politik internasional menjadi EPI.


 Source : www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar