Sabtu, 28 September 2013

MAKALAH MALAYSIA Konflik Sabah dengan Kesultanan sulu


MALAYSIA
KONFLIK SABAH DAN KESULTANAN SULU



MAKALAH
(Disusun guna memenuhi tugas hubungan internasional asia tenggara)


Penyusun
·      2011130015   : Alfian Maulana










FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

 2013





BAB I
PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang
Malaysia adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara dengan luas 329.847 km persegi. Ibukotanya adalah Kuala Lumpur, sedangkan Putrajaya menjadi pusat pemerintahan persekutuan. Jumlah penduduk negara ini melebihi 27 juta jiwa. Negara ini dipisahkan ke dalam dua kawasan — Malaysia Barat dan Malaysia Timur — oleh Kepulauan Natuna, wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan. Malaysia berbatasan dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei, dan Filipina. Negara ini terletak di dekat khatulistiwa dan beriklim tropika. Kepala negara Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agong dan pemerintahannya dikepalai oleh seorang Perdana Menteri.Model pemerintahan Malaysia mirip dengan negara parlementer Westminster.
Malaysia sebagai negara persekutuan tidak pernah ada sampai tahun 1963. Sebelumnya, sekumpulan koloni didirikan oleh Britania Raya pada akhir abad ke-18, dan paro barat Malaysia modern terdiri dari beberapa kerajaan yang terpisah-pisah. Kumpulan wilayah jajahan itu dikenal sebagai Malaya Britania hingga pembubarannya pada 1946, ketika kumpulan itu disusun kembali sebagai Uni Malaya. Karena semakin meluasnya tentangan, kumpulan itu lagi-lagi disusun kembali sebagai Federasi Malaya pada tahun 1948 dan kemudian meraih kemerdekaan pada 31 Agustus 1957.
Pada 16 September 1963 sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dalam proses dekolonialisasi, Singapura, Sarawak, Borneo Utara atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Sabah berubah menjadi negara bagian dari federasi bentukan baru yang bernama Malaysia termasuk dengan Federasi Malaya dan pada 9 Agustus 1965 Singapura kemudian dikeluarkan dari Malaysia dan menjadi negara merdeka yang bernama Republik Singapura. Saat tahun-tahun awal pembentukan federasi baru terdapat pula tentangan dari Filipina dan konflik militer dengan Indonesia
Bangsa-bangsa di Asia Tenggara mengalami ledakan ekonomi dan menjalani perkembangan yang cepat di penghujung abad ke-20. Pertumbuhan yang cepat pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an, rata-rata 8% dari tahun 1991 hingga 1997, telah mengubah Malaysia menjadi Negara industri baru Karena Malaysia adalah salah satu dari tiga negara yang menguasai Selat Malaka, perdagangan internasional berperan penting di dalam ekonominya. Pada suatu ketika, Malaysia pernah menjadi penghasil timah, karet dan minyak kelapa sawit di dunia. Industri manufaktur memiliki pengaruh besar bagi ekonomi negara ini. Malaysia juga dipandang sebagai salah satu dari 18 negara berkeanekaragaman hayati terbesar di dunia.
Suku Melayu menjadi bagian terbesar dari populasi Malaysia. Terdapat pula komunitas Tionghoa-Malaysia dan India-Malaysia yang cukup besar. Bahasa Melayu dan Islam masing-masing menjadi bahasa dan agama resmi negara.
Malaysia adalah anggota perintis ASEAN dan turut serta di berbagai organisasi internasional, seperti PBB. Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia juga menjadi anggota Negara-Negara Persemakmuran. Malaysia juga menjadi anggota D-8.
1.2.        Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari Latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1.      Mengapa kita harus mengetahui Negara malaysia
2.      Asal-asul dan Sejarah Negara Malaysia
3.      Mengingatkan kita semua sebagai studi Hubungan Interanasional perlunya dalam mengetahui sebuah negara lain.
4.      Menganalsis sebuah studi kasus (Konflik Malaysia – Filipina)

1.3.        Tujuan Penulisan
1.      Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah HI di Asia Tenggara serta menambah pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembacanya.











BAB II
PEMBAHASAN
( Malaysia )

II.1. ETIMOLOGI DAN SEJARAH MALAYSIA
Etimologi.
Nama "Malaysia" diadopsi pada 1963 ketika Federasi Malaya bertambah Singapura, Sabah, dan Sarawak membentuk federasi bernama Malaysia Tetapi nama itu sendiri pernah membingungkan ketika dipakai untuk merujuk wilayah-wilayah di Asia Tenggara. Sebuah peta yang diterbitkan pada 1914 di Chicago menampilkan nama Malaysia pada wilayah tertentu di Nusantara. Politikus di Filipina pernah menghendaki penamaan negara mereka sebagai "Malaysia", tetapi Malaysia-lah yang pertama mengadopsi nama itu pada 1963 sebelum Filipina bertindak lebih jauh tentang masalah itu. Nama lain pernah dianjurkan untuk federasi 1963. Di antaranya adalah Langkasuka (Langkasuka adalah sebuah kerajaan kuno yang berada di bagian hulu Semenanjung Malaya pada milenium pertama masehi).
Bahkan mundur lebih jauh lagi, seorang etnolog Inggris, George Samuel Windsor Earl, di dalam jilid IV Jurnal Kepulauan India dan Asia Timur pada 1850 mengusulkan untuk menamai kepulauan Indonesia sebagai Melayunesia atau Indunesia, kendati dia lebih menyukai yang terakhir.

Sejarah
Semenanjung Malaya berkembang sebagai pusat perdagangan utama di Asia Tenggara, karena berkembangnya perdagangan antara Cina dan India dan negara lainnya melalui Selat Malaka yang sibuk. Claudius Ptolemaeus menunjukkan Semenanjung Malaya pada peta dininya dengan label yang berarti "Golden Chersonese", Selat Malaka ditulis sebagai "Sinus Sabaricus". Dari pertengahan hingga akhir milenium pertama, sebagian besar semenanjung, begitupun Nusantara berada di bawah pengaruh Sriwijaya.

Kerajaan Melayu yang paling awal tercatat dalam sejarah tumbuh dari kota-pelabuhan tepi pantai yang dibuat pada abad 10. Di dalamnya termasuk Langkasuka dan Lembah Bujang di Kedah, dan juga Beruas dan Gangga Negara di Perak dan Pan Pan di Kelantan. Diperkirakan semuanya adalah kerajaan Hindu atau Buddha. Islam tiba pada abad ke-14 di Terengganu.
Terdapat banyak kerajaan Cina dan India pada abad ke-2 dan ke-3 Masehi—sebanyak 30 buah menurut sumber Cina. Kedah—dikenal sebagai Kedaram, Cheh-Cha (menurut I-Ching), atau Kataha di dalam tulisan Palawa atau bahasa Sanskerta kuno—berada di jalur serbuan pedagang dan raja India. Rajendra Chola, Kaisar Tamil kuno yang diduga berada di sekitar Kota Gelanggi, menjadikan Kedah tunduk pada 1025, tetapi penggantinya, Vira Rajendra Chola, harus melumpuhkan pemberontakan Kedah untuk mengatasi para penyerbu. Kedatangan Chola berhasil meredam keagungan Sriwijaya, yang memberi pengaruh besar kepada Kedah dan Pattani bahkan sampai ke Ligor.
Kerajaan Buddha, Ligor mengambil kendali Kedah segera setelahnya, dan rajanya, Chandrabhanu menggunakan tempat ini sebagai basis untuk menyerang Sri Lanka pada abad ke-11, sebuah peristiwa yang dipahat di atas prasasti batu di Nagapattinum di Tamil Nadu dan di dalam kisah-kisah bangsa Sri Lanka, Mahavamsa. Selama milenium pertama, masyarakat di Semenanjung Malaya mengadopsi Hindu dan Buddha dan penggunaan bahasa Sanskerta hingga mereka beralih kepada Islam.
Ada beberapa laporan dari wilayah lain yang lebih tua dari Kedah—misalnya kerajaan kuno Gangga Negara, di sekitar Beruas di Perak, mendorong sejarah Malaysia lebih jauh ke belakang. Jika itu belum cukup, sebuah puisi Tamil, Pattinapillai, dari abad ke-2 M, menjelaskan barang-barang dari Kadaram menumpuk di jalanan ibukota Chola. Sebuah drama sanskerta dari abad ke-7, Kaumudhimahotsva, merujuk Kedah sebagai Kataha-nagari. Agnipurana juga menyebutkan sebuah daerah yang dikenal Anda-Kataha dengan salah satu batasnya menggambarkan sebuah puncak gunung, yang diyakini para sarjana sebagai Gunung Jerai. Kisah-kisah dari Katasaritasagaram menjelaskan kemewahan hidup di Kataha.
Pada permulaan abad ke-15, Kesultanan Melaka didirikan di bawah sebuah dinasti yang didirikan oleh Parameswara, pangeran dari Palembang, Indonesia, di dalam kekaisaran Sriwijaya. Penaklukan memaksa dia dan pendukungnya melarikan diri dari Palembang. Parameswara berlayar ke Temasek untuk menghindari penganiayaan dan tiba di bawah perlindungan Temagi, seorang penghulu Melayu dari Pattani yang ditunjuk oleh Raja Siam sebagai bupati Temasek. Beberapa hari kemudian, Parameswara membunuh Temagi dan mengangkat dirinya sendiri sebagai bupati. Kira-kira lima tahun kemudian, dia meninggalkan Temasek karena ancaman dari Siam. Selama periode ini, Temasek juga diserang oleh serombongan armada Jawa dari Majapahit.
Dia kemudian memimpin ke utara untuk mendirikan permukiman baru. Di Muar, Parameswara berkehendak mendirikan kerajaan barunya di Biawak Busuk atau di Kota Buruk. Mengetahui lokasi Muar tidaklah cocok, dia meneruskan perjalanannya ke utara. Di sepanjang jalan, dia dilaporkan telah mengunjungi Sening Ujong (nama lampau untuk Sungai Ujong modern) sebelum sampai di sebuah perkampungan nelayan di bibir Sungai Bertam (nama lampau untuk Sungai Melaka modern). Tempat itu lambat laun berkembang menjadi lokasi Melaka masa kini. Menurut Sejarah Melayu, di situlah dia menyaksikan kancil mengecoh anjing ketika berteduh di bawah pohon Melaka. Dia mengambil apa yang dia lihat sebagai pertanda yang baik dan kemudian dia mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Melaka, kemudian dia membangun dan memperbaiki fasilitas untuk tujuan perdagangan.
Peralihan agama Parameswara ke Islam tidaklah jelas. Menurut sebuah teori oleh Sabri Zain [3], Parameswara menjadi seorang Muslim ketika dia menikahi seorang Puteri Samudera Pasai dan dia menyertakan gelar bergaya Persia "Syah", dengan menyebut dirinya Iskandar Syah. Juga ada referensi yang menunjukkan bahwa beberapa anggota kelas penguasa dan komunitas saudagar yang menetap di Melaka telah menjadi Muslim. Kisah-kisah Cina menyebutkan bahwa pada 1414, putera penguasa pertama Melaka mengunjungi Ming untuk mengabari mereka bahwa ayahnya telah wafat. Putera Parameswara diakui secara resmi sebagai penguasa kedua Melaka oleh Kaisar Cina dan bergelar Raja Sri Rama Vikrama, Raja Parameswara dari Temasik dan Melaka dan dia dikenal sebagai tokoh Muslim Sultan Sri Iskandar Zulkarnain Syah atau Sultan Megat Iskandar Syah, dan dia menguasai Melaka dari 1414 sampai 1424. Kerajaan ini menguasai wilayah yang sekarang ini disebut Semenanjung Malaya, selatan Thailand (Pattani, dan pantai timur Sumatera. Kerajaan ini berlangsung selama lebih dari satu abad, dan dalam periode tersebut menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara. Melaka, sebagai pelabuhan perdagangan penting, terletak hampir di tengah-tengah rute perdagangan Cina dan India.
Pada 1511, Melaka ditaklukkan oleh Portugues, yang mendirikan sebuah koloni di sana; maka berakhirlah Kesultanan Melaka. Tetapi, Sultan terakhir melarikan diri ke Kampar, Riau, Sumatera dan meninggal di sana. Putera-putera Sultan Melaka terakhir mendirikan dua kesultanan di tempat lain di semenanjung & mdash; Kesultanan Perak di utara, dan Kesultanan Johor (mulanya kelanjutan kesultanan Melaka kuno) di selatan. Setelah jatuhnya Melaka, tiga negara berjuang menguasai Selat Malaka: Portugis (di Melaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh. Konflik ini berlangsung sampai tahun 1641, ketika Belanda (bersekutu dengan Kesultanan Johor) untuk merebut Melaka.
Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kesultanan Malaka tua, tapi sekarang dikenal dengan nama Kesultanan Johor, yang masih ada sampai sekarang. Setelah jatuhnya Melaka, tiga negara berebut untuk mengambil kontrol Selat Malaka: Portugis (di Malaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh; dan peperangan berakhir pada 1641, ketika Belanda (bersekutu dengan Kesultanan Johor) merebut Malaka.
Britania Raya, mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung Malaya pada 1786, dengan penyewaan pulau Penang kepada Perusahaan Hindia Timur Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai Melaka setelah ditandatanganinya Traktat London atau Perjanjian Britania-Belanda 1824 yang membagi kepemilikan Nusantara kepada Britania dan Belanda, Malaya untuk Britania, dan Indonesia untuk Belanda.[36] Pada 1826, Britania mendirikan Koloni Mahkota di Negeri-Negeri Selat, menyatukan kepemilikannya di Malaya: Penang, Melaka, Singapura, dan pulau Labuan. Penang yang didirikan pada 1786 oleh Kapten Francis Light sebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan Kedah. Negeri-Negeri Selat mulanya diurus di bawah British East India Company di Kalkuta, sebelum Penang, dan kemudian Singapura menjadi pusat pengurusan koloni mahkota, hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan dialihkan kepada Kantor Kolonial di London.
Selama abad ke-19, banyak negeri Melayu berupaya untuk mendapatkan bantuan Britania untuk menyelesaikan konflik-konflik internal mereka. Kepentingan komersial pertambangan timah di negeri-negeri Melayu bagi para saudagar di Negeri-Negeri Selat membuat pemerintah Britania melakukan campur tangan di dalam negeri-negeri penghasil timah di Semenanjung Malaya. Diplomasi Kapal Meriam Britania ditugaskan demi mewujudkan resolusi perdamaian terhadap kekacauan sipil yang disebabkan oleh bandit Cina dan Melayu. Pada akhirnya Perjanjian Pangkor 1874 meretas jalan untuk perluasan pengaruh Britania di Malaya. Memasuki abad ke-20, negeri Pahang, Selangor, Perak, dan Negeri Sembilan, bersama-sama dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu (jangan dirancukan dengan Federasi Malaya), di bawah kendali de facto residen Britania diangkat untuk menasihati para penguasa Melayu. Orang Britania menjadi "penasihat" di atas kertas, tetapi sebenarnya, mereka menjalankan pengaruh penting di atas para penguasa Melayu.
Lima negeri lainnya di semenanjung, dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu, tidak diperintah langsung dari London, juga menerima para penasihat Britania di penghujung abad ke-20. Empat dari lima negeri itu: Perlis, Kedah, Kelantan, dan Terengganu sebelumnya dikuasai Siam. Negeri yang tidak bersekutu lainnya, Johor, satu-satunya negeri yang memelihara kemerdekaannya di sebagian besar abad ke-19. Sultan Abu Bakar dari Johor dan Ratu Victoria kenalan pribadi, dan mengakui satu sama lain sederajat. Hal ini tidak pernah terjadi hingg 1914 ketika pengganti Sultan Abu Bakar, Sultan Ibrahim menerima seorang penasihat Britania.
Di pulau Borneo, Sabah diperintah sebagai koloni mahkota Borneo Utara, sedangkan Sarawak diperoleh dari Brunei sebagai kerajaan pribadi keluarga Brooke, yang berkuasa sebagai Raja Putih.
Mengikuti Invasi Jepang ke Malaya dan pendudukan beruntunnya selama Perang Dunia II, dukungan rakyat untuk kemerdekaan tumbuh. Pasca-perang, Britania berencana menyatukan pengelolaan Malaya di bawah koloni mahkota tunggal yang disebut Uni Malaya didirikan dengan penentangan yang hebat dari Suku Melayu, yang melawan upaya pelemahan penguasa Melayu dan mengizinkan kewarganegaraan ganda kepada Tionghoa-Malaysia dan kaum imigran lainnya. Uni Malaya, didirikan pada 1946 dan terdiri dari semua kepemilikan Britania di Malaya, kecuali Singapura, dibubarkan pada 1948 dan diganti oleh Federasi Malaya, yang mengembalikan pemerintahan sendiri para penguasa negeri-negeri Malaya di bawah perlindungan Britania.
Selama masa itu, pemberontakan di bawah kepemimpinan Partai Komunis Malaya melaksanakan operasi gerilya yang dirancang untuk mengusir Britania dari Malaya. Darurat Malaya, begitulah dikenalnya, berlangsung sejak 1948 hingga 1960, dan melibatkan kampanye anti-kekacauan oleh serdadu Persemakmuran di Malaya. Meskipun kekacauan dengan cepat ditumpas masih saja menyisakan kehadiran serdadu persemakmuran, dengan latar belakang Perang Dingin. Melawan latar belakang ini, kemerdekaan untuk Federasi di dalam Persemakmuran diberikan pada 31 Agustus 1957.



STATISTIK :
Ibu kota : Kuala Lumpur Putrajaya (pusat administratif)
Kota terbesar : Kuala Lumpur
Bahasa nasional : Bahasa Melayu (Bahasa Malaysia), Inggris, Cina
Bentuk Negara : Monarki terpilih konstitusional federal dan demokrasi parlementer)
 -          Yang di-Pertuan : Agong Tuanku Mizan Zainal Abidin
 -          Perdana Menteri : Najib Tun Razak
Kemerdekaan
 -          Dari Britania Raya (hanya Malaya)     
 31 Agustus 1957
 -          Federasi (dengan Sabah, Sarawak dan Singapura) 
 16 September 1963
Luas
 -          Total    329,847 km2 (66)
 -          Air (%)            0,3
Penduduk
 -          Perkiraan Sep 2008      27.730.000[3] (43)
 -          Sensus 2000    24.821.286
 -          Kepadatan       845/km2 (114)
Mata uang : Ringgit (RM) (MYR)
Zona waktu : MST (UTC+8)
Lajur kemudi : kiri
Ranah Internet : .my
Kode telepon :            606










BAB III
Studi Kasus
Konflik Sabah Malaysia - Kesultanan Sulu

III.1. Kesultanan Sulu Filipina menduduki bagian wilayah Sabah Malaysia.
Selasa, 19 Februari 2013, 09:30-
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/391441-kenapa-kesultanan-filipina-ngotot-rebut-sabah-dari-malaysia


 Polisi Malaysia berjaga di Lahad Datu, Sabah, yang diduduki 100 komplotan bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina.
(REUTERS/Bazuki Muhammad)
VIVAnews - Orang-orang bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina, sudah sepekan ini menduduki sebuah wilayah di Sabah, Malaysia. Mereka menganggap wilayah tersebut sebagai warisan Kesultanan Sulu yang harus dikembalikaan.
Aksi ini dilakukan setelah Kesultanan Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan ini menyebut Mindanao--termasuk Sulu--sebagai wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia.
Lantas, apa yang menyebabkan Kesultanan Sulu berani mengklaim wilayah Sabah sebagai tanah warisannya? Kolumnis Rita Linda V. Jimeno, sebagaimana dimuat oleh Manila Standard Today, Senin 18 Februari 2013, menuliskan jejak sejarah kaitan antara Kesultanan Sulu dengan wilayah Sabah.
Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada 1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol.
Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.
Di tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada 1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Ingris. Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.
Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaisia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu.
Pada 16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura, membentuk  Federasi Malaysia merdeka.
Menurut Jimeno, klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.
Klaim FIlipina atas Sabah, atas nama Kesultanan Sulu, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Klaim itu pertama kali dilakukan pada masa Presiden Diosdado Macapagal pada 1962, sebelum Malaysia terbentuk. Namun klaim ini telah berlarut-larut dari tahun ke tahun.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan, pemerintahnya belum melakukan perundingan lagi atas 'perang klaim' antara Kesultanan Sulu dengan Malaysia ini. Dia menolak laporan media Malaysia yang menyebut perundingan antara Malaysia dengan orang-orang dari Kesultanan Sulu telah berakhir dan orang-orang bersenjata itu akan dideportasi dari wilayah yang kaya akan minyak itu.
"Sampai sekarang tidak ada diskusi mengenai klaim kami di Sabah. Masalah ini tergantung pada pembuat kebijakan di negara kami untuk menentukan secara cermat apa yang akan dilakukan atas isu ini," kata Hernandez sebagaimana dikutip laman interaksyon, Senin kemarin. (sj)



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. Kesimpulan
Dalam makalah ini adalah Negara Malaysia yang sudah kita kenal yakni Negara satu rimpun sejarahnya pada kala itu kerajaan malaka menguasai sampai Riau ( Indonesia ) Melayu. Dari situ sebagai Negara tetangga sudah selayaknya menjalin hubungan diplomatic dengan secara sebaik-baiknya. Dan focus di makalah ini tentang  permasalahan konflik di daerah sabah dengan kesultanan sulu (Filipina ) kita dapat belajar tentang issu ini karena konflik sudah banyak public internasional yang tau. masalah ini dapat seyogyanya bagaimana menyelesaikan konflik tersebut. Yakni harus kebijakan luar negeri lah dari kedua Negara itu harus bernegosiasi menyelesaikan konflik tersebut bukan perang. Terutama pihak aparat Malaysia Karena sudah melakukan pelanggaran HAM yang di isukan memberlakukan penganiayaan warga filipina seperti binatang .
Dan sinyalir Kelompok pegiat hak asasi hari ini menyatakan akan mengajukan pemerintah Malaysia ke badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas dugaan pelanggaran hak asasi terhadap warga Filipina saat terjadinya konflik bersenjata antara pasukan Malaysia dengan kelompok pengikut Kesultanan Sulu di Negara Bagian Sabah. Stasiun televisi ABS-CBN melaporkan, Senin (1/4/2013), baik pegiat perorangan maupun kelompok hari ini mendesak Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Navanethem Pillay dan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Antonio Guterres, turut campur tangan terkait masalah ini sehingga Malaysia dapat menghormati hak asasi warga Filipina di Sabah dan mengakui Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia. .…___http://www.merdeka.com/dunia/malaysia-diadukan-ke-dewan-hak-asasi-pbb.html

IV.2. Saran
Perlunya tindakan yang tegas dari masalah tersebut karena konflik tersebut masih berlangsung sampai sekarang - - oleh karena itu harus ada mediasi itu pun misalkan perlu.






Daftar Pustaka
References link-internet.











Makalah Konflik Suriah



KONFLIK SURIAH



MAKALAH
(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hubungan Internasional di Timur tengah)

Oleh
ALFIAN MAULANA (2011130015)






FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012




BAB I
PENDAHULUAN

Syria (Suriah) merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mulai diperhitungkan keberadaananya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini bukan tidak mungkin karena ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak akan pernah tercapai tanpa campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang Suriah dahulu merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah yang mencakup seluruh negara yang berada di Timur Mediterania antara lain : Yordania, Lebanon, Israel, dan Propinsi Turki Hatay tetapi akibat imperialis Eropa menyebabkan Suriah kehilangan wilayahnya Yordania dan Israel dipisahkan dengan berada di bawah mandat Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi minoritas kristennya dan Hatay dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk Perancis.
Perancis dengan politik devide et imperanya berhasil membagi suriah sendiri menjadi empat wilayah antara lain: Damascus, Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Tahun 1925 Damascus dan Allepo dikembalikan kepada Suriah.
            Prancis pada tanggal 28 September 1941 memberikan kemerdekaan kepada Suriah, dan diikuti dengan proklamasi kemerdekaan bagi Lebanon pada 26 November 1941.[1]


I.1. Latar Belakang
Konflik suriah (Konflik Internal) adalah segilintiran definisi yang menafsirkan keadaan sekarang di negara Syiria (Suriah). Dan Juga ada yang mengutarakan Konflik di suriah adalah konflik Ideologis.
Pemberontakan Suriah terjadi 2011-2012 adalah sebuah konflik kekerasan internal yang sedang berlangsung di Suriah. Ini adalah bagian dari Musim Semi Arab yang lebih luas, gelombang pergolakan di seluruh Dunia Arab. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan tentara pembelot dibentuk unit pertempuran, yang dimulai kampanye pemberontakan melawan Tentara Suriah.
Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adalah Alawit Muslim Syiah. Assad dilaporkan didukung oleh Alawi. [2]
Dapat di yakini publik internasional terus mensoroti konflik negara suriah tersebut, dan menjadi opini publik dari beberapa kalangan karena beberapa kali media terus memberitakan keadaan genting di negara syria.

I.2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari Latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1.        Membahas sebuah peristiwa yang terjadi di syria (Suriah).
2.        Penyebab terjadinya konflik syria.
3.        Studi Kasus ( Konflik Suriah adalah perang ideologis ) 

I.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hubungan Internasional Di Timur Tengah, serta menambah pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembacanya.






BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Peristiwa
Perang saudara Suriah yang pecah sejak Januari 2011, telah menelan ribuan nyawa tak berdosa. Dari waktu ke waktu situasi di salah satu negara Arab itu terus bereskalasi.
Perang saudara di kawasan Timur Tengah ini, cukup menyita perhatian dunia. Tercermin dari banyaknya pihak yang terlibat disana. Ada Iran, Rusia, Amerika Serikat dan Israel serta tentu saja PBB.
Jika dipetakan secara umum, kekuatan di atas terbagi atas dua kekuatan utama. Rezim yang berkuasa di Suriah, pimpinan Presiden Bashar Al-Assad, didukung oleh Iran dan Rusia.
Sementara kekuatan oposisi yang ingin menjatuhkan Assad, didukung Amerika Serikat, Israel, sejumlah negara Eropa Barat, serta beberapa negara Islam di Timur Tengah (Arab Saudi dan Qatar) serta negara Islam dari Persia (Turki).
PBB juga terlibat atau melibatkan diri dalam upaya mendamaikan perang saudara di Suriah. Tapi sebagaimana biasa, keberpihakan PBB ke rezim yang berkuasa, justru lebih ke pihak Amerika Serikat atau setidaknya terkesan setengah hati.
Jatuh tidaknya Presiden Assad, sesungguhnya tidak lagi menjadi isu utama. Sebab kalau Assad dikeroyok oleh berbagai kekuatan, nasibnya dan negaranya kemungkinan besar akan sama dengan Muammar Khadafy (Lybia) dan Ben Ali (Tunisia).
Tetapi yang paling dikuatirkan, jika perang saudara Suriah berlarut, konflik itu akan sama dengan persoalan Palestina-Israel. Setengah abad pun tidak selesai. Bahkan bukan mustahil, pecahannya akan lebih dahsyat dan dapat menganggu keseimbangan perdamaian dunia. Sebab letak geografis Suriah sangat dekat dengan Palestina.
Tanpa banyak diulas, sesungguhnya dalam perspektif diplomasi, perang saudara Suriah memiliki kesamaan dengan perang Palestina-Israel. Yang menimbulkan pertanyaan, kendati terdapat kesamaan dan para diplomat kita tentang soal ini, tetapi langkah diplomasi Indonesia, tidak terdengar sama sekali.
Demikian pula intelektual Indonesia yang paham dengan konflik Suriah, tidak sedikit. Tetapi khusus dalam persoalan sekarang, tak satupun yang mau "berteriak". Singkatnya para pemimpin kita baik yang formal maupun infomal tak satupun yang mau "berkeringat".
Semua diam, semua cari aman. Seakan dampak negatif dari perang Suriah bagi Indonesia tidak ada sama sekali. Seolah perang saudara memang hanya masalah internal, rakyat Suriah.
Kalangan pemerintah maupun masyarakat umum yang diwakili para pegiat perdamaian, diam seribu bahasa seakan perang saudara Suriah hanya masalah perebutan kekuasaan yang diakibatkan oleh ketidak puasan masyarakat terhadap elit yang korup.
Akibatnya tidak ada upaya diplomasi maksimal begitu pula tak ada pengerahan relawan oleh pegiat perdamaian untuk membantu wanita dan anak-anak serta orang-orang renta yang menjadi korban dari perang Syria.
Satu hal lagi yang penting dianstisipasi, konflik Suriah, jika terus bereskalasi, dalam arti dukungan asing terhadap pihak oposisi terus menguat, hal ini dapat menyebabkan meletusnya perang terbuka antara Israel dan Iran.
Penyebabnya, Iran dan Israel sudah dalam posisi "siaga". Kalau yang tidak dikehendaki oleh Iran, diganggu oleh Israel, negara pimpinan Ahmadinejad ini akan langsung bereaksi.
Iran sejak awal sudah secara terang-terangan menyatakan, jika ada yang mengganggu Suriah, negara itu tidak akan diam. Peringatan Iran itu, secara implisit maupun eksplisit jelas ditujukan kepada Israel.
Sementara pekan lalu, Israel pun secara sengaja sudah menyerang salah satu wilayah Suriah. Sekalipun serangan itu tidak secara terbuka diakui oleh Israel, tetapi para intelejen dari berbagai kalangan mengakui adanya serangan tersebut. Sekalipun serangan itu kabarnya hanya ditujukan kepada sebuah rombongan, tetapi rombongan yang dimaksud adalah kelompok yang didukung Iran.
Rombongan itu dikabarkan sedang membawa suplai senjata dari Iran menuju Lebanon Selatan. Di Lebanon, Iran mendukung kelompok Hisbullah yang sudah puluhan tahun terlibat perang dengan Israel. Jadi serangan tersebut dapat diartikan sebagai gangguan Israel terhadap Iran.
Antara Suriah dan Israel sendiri terdapat konflik wilayah yaitu Dataran Tinggi Golan. Di perbatasan itu, Israel memantau setiap gerak Suriah, khususnya yang menuju ke Libanon Selatan, tempat dimana kelompok Hisbullah bermarkas.
Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, pada 1967 terlibat dalam peperangan sengit. Dalam perang itu Israel berhasil merebut Dataran Tinggi Golan. Kawasan yang merupakan salah satu daerah tersubur di wilayah Timur Tengah itu karena ada pepohonan seperti di daerah tropis serta menjadi pusat pengembangan berbagai produk pertanian, hingga sekarang tetap dikuasai Israel.
Israel sekalipun mendapatkannya melalui perang, tetapi belakangan mengklaim Dataran Tinggi Golan sebagai salah satu wilayah yang memiliki status "Tanah Perjanjian" atau tanah yang dijanjikan sang Pencipta kepada Israel.
Untuk memperkuat status itu, Israel mengerahkan sejumlah arkeolog, menggali berbagai tanah dan bebatuan sebagai alat bukti bahwa Dataran Tinggi Golan dulunya, ribuan tahun sebelumnya merupakan salah satu pusat pemukiman bangsa Yahudi. Sehingga dalam konteks perdebatan, cara Israel mengklaim kepemilikan Dataran Tinggi Golan, nyaris sama dengan apa yang dilakukannya atas wilayah Palestina.
Timbul pertanyaan, apa yang menyebabkan Indonesia diam seribu bahasa dalam menghadapi konflik Suriah? Padahal sesuai amanat konstitusi bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam menciptakan dan menjaga perdamaian dunia.
Apakah para pelaksana kebijakan di kalangan birokrat sudah melupakan amanat konstitusi atau semata-mata keterbatasan kemampuan atau karena kualitas kepemimpinan Indonesia di forum internasional semakin tergerus? Semoga tidak demikian.[3]



II.2. Penyebab Konflik di Syria
Negara Suriah modern didirikan usai Perang Dunia Pertama, yaitu setelah mendapatkan kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1946. Pasca meraih kemerdekaannya, Suriah kerap diguncang oleh gejolak serta kudeta militer, yang sebagian besar terjadi antara periode 1949-1971. Kemudian antara periode 1958-1961, Suriah bergabung dengan Mesir membentuk perserikatan yang dikenal dengan RPA (Republik Persatuan Arab). Perserikatan itu berakhir karena terjadinya kudeta militer di Suriah. Sejak tahun 1963 hingga 2011, Suriah terus memberlakukan UU Darurat Militer, sehingga dengan demikian sistem pemerintahannya pun dianggap oleh pihak barat tidak demokratis.

Presiden Suriah adalah Bashar al-Assad, yang telah mengambil tampuk pemerintahan dari ayahnya Hafez al Assad dengan penunjukan secara aklamasi. Serta telah berkuasa di negara itu mulai tahun 2000. Sejak era perang dingin, Suriah terkenal dengan kekuatan militernya di kawasan, dan identik dengan julukan Rusia Timur Tengah. Hal itu berkat kedekatan hubungan Suriah dengan Rusia, sehingga kerap mendapat suplai senjata modern dari negara digdaya itu. Alasan ini jualah yang membuat Israel sedikit segan untuk melakukan perang frontal menghadapi Suriah dalam persengketaan Dataran Tinggi Golan. Di samping itu, Suriah menjadi tumpuan beberapa negara kawasan dalam menyelesaikan konflik militer yang sering terjadi di Timur Tengah.

Fakta membuktikan, bahwa sebagian besar negara Arab adalah aliansi abadi blok Barat, yang dinakhodai langsung oleh Amerika Serikat sebagai kekuatan Super Power tunggal dunia. Keberadaan kekuatan militer Suriah di kawasan tentu saja menjadikan mereka jengah, karena dianggap sebagai kekuatan lawan. Tidak jarang, beberapa kasus sebelumnya sudah pernah diangkat untuk merontokkan Suriah terutama presidennya, namun semuanya gagal.

Terpaan Badai Arab Spring 2011 ( Badai Musim Semi Arab 2011), yang telah merontokkan beberapa kekuatan besar di negeri Arab. Ternyata dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Padahal sebelumnya, presiden Suriah Bashar al Assad dengan sangat optimis telah mengungkapkan, bahwa badai Musim Semi Arab tidak akan menerpa Suriah, karena rakyat Suriah secara umum telah memperoleh hak-hak mereka secara adil, jadi tidak ada alasan bagi rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di negara tersebut.

Namun, kesempatan emas itu nampaknya tidak disia-siakan oleh pihak-pihak tertentu. Terbukti dengan merebaknya amunisi perlawanan rakyat yang dimotori oleh kelompok minoritas di negera tersebut. Yang menurut informasi dari pejabat Suriah, mereka pihak yang berkepentingan sengaja mendukung kelompok minoritas untuk melakukan perlawanan demi suksesnya target jahat dalam menghancurkan Suriah dari dalam.

Sehingga kelompok negara-negara Arab yang selama ini bersebrangan dengan Suriah, yang memang telah mendominasi Liga Arab tersebut. Mendorong lembaga tertinggi negara-negara Arab itu untuk membekukan keanggotaan Suriah, serta menyerahkan kasus Suriah kepada Dewan Keamanan PBB untuk segera diselesaikan secara internasional.

Selanjutnya, hal ini pulalah yang membuat Rusia dan Cina sebagai mitra abadi semakin tidak nyaman di kursinya. Karena mereka merasa termasuk kelompok yang paling dirugikan berkaitan dengan masalah Suriah, jika putusan DK PBB itu disahkan. Yang pada akhirnya berujung pada jatuhnya veto dari kedua negera adidaya tersebut.

Dari pertikaian dua kelompok penguasa dunia ini, yang paling menderita adalah rakyat Suriah sendiri. Mereka adalah pihak pertama yang merasakan langsung imbas dari pertarungan sengit saat ini. Sehingga, seorang ibu harus rela melihat anaknya meregang nyawa tanpa sebab. Seorang isteri harus mampu menahan isak dan dendam karena suami tercinta dieksekusi tanpa kesalahan yang dibuat. Bahkan, ribuan anak-anak yang tidak berdosa tiba-tiba menjadi yatim piatu. Sebenarnya inilah yang menjadi tanggungjawab kita saat ini. Yaitu menyelamatkan nyawa anak manusia yang tidak berdosa, dan menyelamatkan rakyat Suriah dari keserakahan dua kekuatan dunia.[4]






BAB III
Studi Kasus

Aktivis FIPS: Konflik Suriah Adalah Perang Ideologi Syiah vs Ahli Sunnah

(an-najah.net) – Sebagian kaum muslimin belum memahami bagaimana sejatinya latar belakang konflik Suriah yang telah melewati lebih dari dua tahun ini. Hal ini karena sebagian tokoh Islam menyebut konflik Suriah hanyalah perang sektarian. Namun, hal tersebut dibantah oleh Ustad Abu Haris, Lc, dalam Tabligh Akbar  bertajuk: Konflik Suriah Dampak Kesesatan Aqidah Syiah, di masjid Darussalam, Kotawisata Cibubur,  Bogor, Selasa (12/3).
Menurut dia yang juga aktif di Forum Indonesia Peduli Suriah (FIPS) ini, konflik Suriah adalah konflik ideologi, bukan konflik sektarian seperti yang diyakini sebagian orang.
“Konflik Suriah adalah konflik ideologi, terutama ahli sunah dengan Syiah Nushairiyah,” sebutnya dengan suara lantang.
Karena itulah, dai berjenggot tebal ini mengingatkan kaum muslimin Indonesia agar memperkuat akidah. Sebab, Syiah memiliki Grand Strategy mensyiahkan negeri-negeri kaum muslimin ahli sunah. Mereka memiliki rencana besar yang dikenal dengan sebutan Bulan Sabit Syiah, yang membentang antara Iran sampai Suriah. Di antara targetnya ialah menguasai dan menghancurkan Kakbah, kiblat kaum muslimin.
Seperti dijelaskan, sejarah mencatat, Syiah Nushairiyah telah melakukan banyak pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Ibnu Kasir, seperti dikutip oleh dai sekaligus relawan Suriah ini, menyebutkan dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah bahwa 696 H, membantu jalur masuk Pasukan Tatar untuk merebut benteng kaum muslimin di Damaskus, Suriah. Jatuhnya benteng ini ke tangan musuh tidak lepas dari peran penganut pemahaman sesat Syiah Nushairiyah.
Tahun 709 Hijriah, kaum Syiah membantu Tentara Salib membantai kaum muslimin di Aleppo. Dan masih banyak lagi pengkhianatan yang lain.
Sebenarnya, jumlah penganut Syiah Nushairiyah di Suriah hanya sedikit, tetapi mengapa mereka bisa  berkuasa di tengah-tengah mayoritas ahli sunah? Lagi-lagi, seperti dijelaskan oleh pemateri, mereka berkuasa sebagai hasil dari pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Pada tahun 1920 M, penjajah Prancis memasuki Suriah dengan bantuan para pengkhianat tersebut. Merekalah yang membuka jalur bagi Prancis untuk menjajah Suriah. Pada masa inilah muncul tokoh yang diagung-agungkan oleh Syiah Nushairiyah yang bernama Sulaiman Al-Mursyid.
Di akhir sesi, Ustad Haris menyebutkan kisahnya saat bertemu dengan saksi mata yang hidup pada masa Hafiz Assad, ayah Bashar Assad. Hafiz Assad, mendapatkan kekuasaan setelah mengadakan transaksi dengan Zionis. Zionis kala itu mau mendukungnya dengan dua syarat, pertama, mengakui eksistensi negara Israel dan kedua, memberangus aktivis dakwah Islam yang berupaya mengembalikan Yerusalem ke tangan kaum muslimin.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan
Dapat di katakan memang dampak buruk di negara –negara syam ini sangat menjadikan titik media untuk membuat opini publik internasional,karena publik terus mensorot kegentingan di negri syam ini, dari segi HAM jelas sekali benar-benar melanggar karena dari pihak oposisi atau pemerintah saling melakukan kekerasan, intimidasi dan perlakuan keji. Tetapi yang paling parah adalah pihak militer pemerintah yang melakukan pembunuhan besar-besaran yakni terutama anaka-anak.
Lalu tentang konflik yang sudah berkempanjangan ini seakaan-akan tidak ada kedamaian di negri syam ini. Sebagaimana kita tau keadaan di suriah kini sangat mencekam, sebagian masyarakat suriah mengungungsi di negara tetangga seperti lebanon, jordania, arab saudi dan turki. Karena sebagian masyarakat ada peduli dengan revolusi dan juga ada yg tdk peduli dengan revolusi di suriah hanya mementingkan keselamatan keluarga.
Solusi yang di pertimbangkan oleh pihak barat memang ada sedikit kongkretnya,
Kalaupun ada saran harusnya Liga Arab ataupun OKI juga andil dalam penyelesaian konflik. begitu pun Para diplomat Indonesia yang digadangkan ikut andil dalam musyawarah di Janewa, Swiss untuk menyelesaikan konflik di suriah, karena dampak buruk goncangan regional, global, ekonomi di timur tengah ini sangatlah memperihatinkan.








DAFTAR PUSTAKA

George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
1992, hal 199.


Link Of Enthernet







[1] George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
1992, hal 199.
[2]Lihat,  http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Suriah
[3] http://m.inilah.com/read/detail/1955100/ri-diam-terhadap-konflik-suriah-ada-apa
[4] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120725093659AANnYV9