Peran dan Tugas DPRD dan DPD dalam menjalankan Programnya di daerahnya masing-masing untuk Stabilitas Politik
Oleh Alfian Maulana
DPRD Propinsi
Pada prinsipnya, posisi DPRD
Provinsi sama dengan DPR, tetapi diarahkan ke pembuatan perundang-undangan di
tingkat Provinsi. Eksekutif mitra kerjanya adalah Gubernur. Fungsi DPRD
Provinsi adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara itu, tugas dan
wewenang DPRD Provinsi adalah sebagai berikut:
1.
membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan
gubernur untuk mendapat persetujuan bersama;
2.
menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
3.
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur,
APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
4.
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
5.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut
kepentingan daerah; dan
6.
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.[1]
Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, DPRD Provinsi memiliki hak yang sama dengan DPR, baik selaku
lembaga maupun perseorangan anggota. Hak selaku lembaga tersebut adalah Hak
Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Sementara itu, selaku
perseorangan, setiap anggota DPRD Provinsi memiliki hak mengajukan rancangan
peraturan daerah (perda), hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan
pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak
protokoler, dan hak keuangan/administratif.
Selain hak, kewajiban anggota DPRD Provinsi adalah sama
dengan kewajiban anggota DPR. Hanya saja, lingkup penerapannya ada di Provinsi.
Keputusan peresmian jabatan seorang anggota DPRD Provinsi diberikan oleh
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
DPRD Kabupaten atau
Kota
Peresmian keanggotaan DPRD
Kabupaten atau Kota dilakukan melalui Keputusan Gubernur. Jumlah anggota DPRD
Kabupaten atau Kota sekurang-kurangnya adalah 20 dan sebanyak-banyaknya 45
orang. Setiap anggota DPRD Kabupaten atau Kota harus berdomisili di Kabupaten
atau Kota tersebut. Untuk hak, kewajiban, dan kewenangan lainnya adalah mirip
dengan DPRD Provinsi. Hanya saja, diterapkan di lingkup Kabupaten atau Kota
dengan mitra kerjanya yaitu Bupati atau Walikota.[2]
Dewan Perwakilan
Daerah
Dewan Perwakilan Daerah
(selanjutnya disebut DPD) adalah struktur legislatif yang relatif baru dalam
sistem politik Indonesia. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi adalah sama. Namun,
Undang-undang Dasar 1945 mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini tidak
boleh melebihi 1/3 (sepertiga) jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya
satu kali dalam setahun.[3]
Fungsi DPD adalah mengajukan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain mengajukan rancangan
undang-undang dalam konteks yang telah disebut, DPD juga ikut serta dalam
membahas rancangan undang-undang yang mereka ajukan ke DPR. Juga, DPD dapat
memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama.
Sehubungan dengan fungsi di atas
– mengusulkan, ikut membahas, dan memberikan pertimbangan – DPD juga punya hak
untuk mengawasi pelaksanaan setiap undang-undang berkait masalah di atas.
Namun, sebagai hasil pengawasan, DPD tidak dapat bertindak langsung oleh sebab
mereka harus menyampaikan terlebih dahulu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
untuk ditindaklanjuti. Dalam konteks pembuatan undang-undang, DPD amat
bergantung kepada DPR.
Anggota DPD dipilih melalui
pemilu di setiap provinsi. Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya
sama (misalnya 4 orang) dan total seluruh anggota DPD tidak boleh melebihi dari
1/3 (sepertiga) jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
DPD bersidang sedikitnya satu kali dalam satu tahun. DPD
dapat mengajukan RUU kepada DPR. RUU tersebut harus berlingkup pada konteks
otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya daerah, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD
juga ikut serta dengan DPR membahas RUU yang sudah disebut di atas. Selain itu,
DPD juga dapat memberi pertimbangan kepada DPR seputar RUU tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta RUU yang berkaitan dengan masalah pajak, pendidikan,
dan agama. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
sehubungan dengan hal telah disebut. Hasil dari pengawasan tersebut disampaikan
kepada DPR sebagai bahan untuk ditindaklanjuti.
Jimly Asshiddiqie menyatakan
bahwa awalnya DPD dimaksudkan sebagai kamar kedua (second chamber, bicameral)
Indonesia. Namun, ketentuan kamar kedua harus memenuhi persyaratan
bikameralisme: Kedua kamar sama-sama punya otoritas menjalankan fungsi
legislatif. DPD sama sekali tidak punya kekuasaan legislatif. Pasal 22D UUD
1945 menyiratkan tidak ada satupun kekuasaan DPD untuk membuat UU, meskipun
berhubungan dengan masalah daerah.
Selain itu, persyaratan menjadi
anggota DPD terkesan lebih berat ketimbang menjadi anggota DPR. Misalnya, total
seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 anggota DPR. Selain itu, jumlah
mereka haruslah sama di tiap provinsi tanpa memandang besar kecilnya jumlah
penduduk di provinsi tersebut. Bandingkan dengan anggota DPR yang kursinya
diproporsikan menurut jumlah penduduk. Makin besar jumlah penduduk, makin besar
pula kursi perwakilannya. Sehubungan beratnya syarat anggota DPD ini, contoh
dapat diambil di Jawa Timur dalam Pemilu 2009. Total anggota DPD dari provinsi
tersebut adalah 4 orang. Satu kursi DPD sebab itu membutuhkan suara 5.500.000
pemilih. Sementara untuk anggota DPR, cuma membutuhkan angka 550.000:
Bandingkan antara angka 5.500.000 dengan 550.000. Maswardi Rauf menyatakan,
posisi DPD adalah sekadar partner DPR. DPD yang dipilih langsung oleh rakyat
seperti DPR, ternyata tidak memiliki kewenangan yang sama seperti DPR dalam
membuat legislasi. Rauf melanjutkan, ketentuan konstitusi ini akibat munculnya
beberapa pandangan. Pertama, anggota DPR sesungguhnya telah mencerminkan
kepentingan daerah-daerah yang ada di Indonesia. Kedua, kecilnya peran DPD
akibat muncul kekhawatiran terjadinya konflik antara DPR dengan DPD dalam
proses pembuatan UU yang sulit dicari jalan keluarnya.
PENUTUP :
DPRD juga sebagai fungsi pengawas / control yang di emabannya yakni dalam tataran pengendalian kebijakan
intinya guna menciptakan check and balance. Dengan demikian fungsi
pengawasan/control yang dilakukan oleh DPRD sebagai lembaga legislatif
kepada Bupati (Eksekutif ) substansinya adalah mengarah kepada pengawasan politik
( kebijakan )
Mengingat dalam proses pengawasan/control terdapat evaluasi maka apabila sampai
menyentuh pada tataran implementasi kebijakan parameter untuk menilai
seyogyanya tetap merujuk pada kontek kebijakan yang telah ditetapkan dalam
formulasi kebijakan.
Sementara itu pengawasan/control administrasi dilakukan oleh lembaga yang
dibentuk oleh negara/pemerintah yakni BPK, dan Lembaga Pengawasan Fungsional
lainnya ( BPKP, Irjen Departemen/ NonDepartemen (SPI), Inpektorat Propinsi
dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pelaksanaan fungsi pengawasan/control
dalam kaitan tugas teknis baik fisik, keuangan maupun administratif yang
dilakukan oleh Aparat Pengawasan Fungsional ( APFP ) selain bersifat
pengendalian juga mengarah pada kegiatan pemeriksaan.
Sehingga bila di satuan unit kerja pemerintah daerah (SKPD) ditengarai/diduga
ada indikasi penyimpangan dari mata anggaran yang telah di setujua oleh DPRD
melalui Perda APBD , maka lembaga tersebut yang berwenang melakukan pemeriksaan.
Sedangkan DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan/control dapat berupa kunjungan
kerja,peninjaun lapangan, rapat-rapat/dengar pendapat, guna memberikan
pandangan, saran-saran/rekomendasi kepada eksekutif/Bupati sesuai tata tertip
DPRD.
Apabila DPRD menemukan masalah/penyimpangan dapat memberikan rekomendasi kepada
Bupati. Kalau permasalahnya berat, menyangkut pidana permasalahan
tersebut dapat diserahkan kepada pihak yang berwenang
(Kepolisian,Kejaksaan)
Partisipasi publik dan stakeholder dalam memberikan informasi pembangunan
dan kinerja pemerintah sangat relevan saat sekarang ini, karena hal tersebut
membantu DPRD dalam kerangka pengawasan juga. Dengan demikian nampak jelas
bahwa DPRD adalah lembaga Legislatif yang membunyai fungsi antara lain
melakukan fungsi pengawasan politik (kebijakan ).