KONFLIK
SURIAH
MAKALAH
(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hubungan
Internasional di Timur tengah)
Oleh
ALFIAN MAULANA (2011130015)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Syria
(Suriah) merupakan salah satu negara di Timur Tengah
yang mulai diperhitungkan keberadaananya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini
bukan tidak mungkin karena ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak
akan pernah tercapai tanpa campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang
Suriah dahulu merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah yang mencakup
seluruh negara yang berada di Timur Mediterania antara lain : Yordania,
Lebanon, Israel, dan Propinsi Turki Hatay tetapi akibat imperialis Eropa
menyebabkan Suriah kehilangan wilayahnya Yordania dan Israel dipisahkan dengan
berada di bawah mandat Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi minoritas
kristennya dan Hatay dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk
Perancis.
Perancis
dengan politik devide et imperanya berhasil membagi suriah sendiri menjadi
empat wilayah antara lain: Damascus, Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Tahun
1925 Damascus dan Allepo dikembalikan kepada Suriah.
Prancis pada tanggal 28 September 1941
memberikan kemerdekaan kepada Suriah, dan diikuti dengan proklamasi kemerdekaan
bagi Lebanon pada 26 November 1941.[1]
I.1.
Latar Belakang
Konflik
suriah (Konflik Internal) adalah segilintiran definisi yang menafsirkan keadaan
sekarang di negara Syiria (Suriah). Dan Juga ada yang mengutarakan
Konflik di suriah adalah konflik Ideologis.
Pemberontakan
Suriah terjadi 2011-2012 adalah sebuah konflik kekerasan internal yang
sedang berlangsung di Suriah. Ini adalah bagian dari Musim Semi Arab yang lebih
luas, gelombang pergolakan di seluruh Dunia Arab. Demonstrasi publik dimulai
pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional.
Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad,
penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan
Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi,
tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara
Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan
"gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan tentara pembelot dibentuk unit
pertempuran, yang dimulai kampanye pemberontakan melawan Tentara Suriah.
Para
pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang
dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi
bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan
memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah
dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi
didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adalah Alawit Muslim Syiah. Assad dilaporkan didukung oleh Alawi. [2]
Dapat di
yakini publik internasional terus mensoroti konflik negara suriah tersebut, dan menjadi opini publik
dari beberapa kalangan karena beberapa kali media terus memberitakan keadaan
genting di negara syria.
I.2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari Latar belakang diatas, penulis dapat
merumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1.
Membahas sebuah peristiwa yang terjadi di syria (Suriah).
2.
Penyebab terjadinya konflik syria.
3.
Studi Kasus ( Konflik
Suriah adalah perang ideologis )
I.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hubungan Internasional
Di Timur Tengah, serta menambah pengetahuan yang bermanfaat
bagi para pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Peristiwa
Perang saudara Suriah
yang pecah sejak Januari 2011, telah menelan ribuan nyawa tak berdosa. Dari
waktu ke waktu situasi di salah satu negara Arab itu terus bereskalasi.
Perang saudara di kawasan Timur Tengah ini, cukup menyita perhatian
dunia. Tercermin dari banyaknya pihak yang terlibat disana. Ada Iran,
Rusia, Amerika Serikat dan Israel serta tentu saja PBB.
Jika
dipetakan secara umum, kekuatan di atas terbagi atas dua kekuatan utama. Rezim
yang berkuasa di Suriah, pimpinan Presiden Bashar Al-Assad, didukung oleh Iran
dan Rusia.
Sementara
kekuatan oposisi yang ingin menjatuhkan Assad, didukung Amerika Serikat,
Israel, sejumlah negara Eropa Barat, serta beberapa negara Islam di Timur
Tengah (Arab Saudi dan Qatar) serta negara Islam dari Persia (Turki).
PBB
juga terlibat atau melibatkan diri dalam upaya mendamaikan perang saudara di
Suriah. Tapi sebagaimana biasa, keberpihakan PBB ke rezim yang berkuasa, justru
lebih ke pihak Amerika Serikat atau setidaknya terkesan setengah hati.
Jatuh
tidaknya Presiden Assad, sesungguhnya tidak lagi menjadi isu utama. Sebab kalau
Assad dikeroyok oleh berbagai kekuatan, nasibnya dan negaranya kemungkinan
besar akan sama dengan Muammar Khadafy (Lybia) dan Ben Ali (Tunisia).
Tetapi
yang paling dikuatirkan, jika perang saudara Suriah berlarut, konflik itu akan
sama dengan persoalan Palestina-Israel. Setengah abad pun tidak selesai. Bahkan
bukan mustahil, pecahannya akan lebih dahsyat dan dapat menganggu keseimbangan
perdamaian dunia. Sebab letak geografis Suriah sangat dekat dengan Palestina.
Tanpa
banyak diulas, sesungguhnya dalam perspektif diplomasi, perang saudara Suriah
memiliki kesamaan dengan perang Palestina-Israel. Yang menimbulkan pertanyaan,
kendati terdapat kesamaan dan para diplomat kita tentang soal ini, tetapi
langkah diplomasi Indonesia, tidak terdengar sama sekali.
Demikian
pula intelektual Indonesia yang paham dengan konflik Suriah, tidak sedikit.
Tetapi khusus dalam persoalan sekarang, tak satupun yang mau
"berteriak". Singkatnya para pemimpin kita baik yang formal maupun
infomal tak satupun yang mau "berkeringat".
Semua
diam, semua cari aman. Seakan dampak negatif dari perang Suriah bagi Indonesia
tidak ada sama sekali. Seolah perang saudara memang hanya masalah internal,
rakyat Suriah.
Kalangan
pemerintah maupun masyarakat umum yang diwakili para pegiat perdamaian, diam
seribu bahasa seakan perang saudara Suriah hanya masalah perebutan kekuasaan
yang diakibatkan oleh ketidak puasan masyarakat terhadap elit yang korup.
Akibatnya
tidak ada upaya diplomasi maksimal begitu pula tak ada pengerahan relawan oleh
pegiat perdamaian untuk membantu wanita dan anak-anak serta orang-orang renta
yang menjadi korban dari perang Syria.
Satu
hal lagi yang penting dianstisipasi, konflik Suriah, jika terus bereskalasi,
dalam arti dukungan asing terhadap pihak oposisi terus menguat, hal ini dapat
menyebabkan meletusnya perang terbuka antara Israel dan Iran.
Penyebabnya,
Iran dan Israel sudah dalam posisi "siaga". Kalau yang tidak
dikehendaki oleh Iran, diganggu oleh Israel, negara pimpinan Ahmadinejad ini
akan langsung bereaksi.
Iran
sejak awal sudah secara terang-terangan menyatakan, jika ada yang mengganggu
Suriah, negara itu tidak akan diam. Peringatan Iran itu, secara implisit maupun
eksplisit jelas ditujukan kepada Israel.
Sementara
pekan lalu, Israel pun secara sengaja sudah menyerang salah satu wilayah
Suriah. Sekalipun serangan itu tidak secara terbuka diakui oleh Israel, tetapi
para intelejen dari berbagai kalangan mengakui adanya serangan tersebut.
Sekalipun serangan itu kabarnya hanya ditujukan kepada sebuah rombongan, tetapi
rombongan yang dimaksud adalah kelompok yang didukung Iran.
Rombongan
itu dikabarkan sedang membawa suplai senjata dari Iran menuju Lebanon Selatan.
Di Lebanon, Iran mendukung kelompok Hisbullah yang sudah puluhan tahun terlibat
perang dengan Israel. Jadi serangan tersebut dapat diartikan sebagai gangguan
Israel terhadap Iran.
Antara
Suriah dan Israel sendiri terdapat konflik wilayah yaitu Dataran Tinggi Golan.
Di perbatasan itu, Israel memantau setiap gerak Suriah, khususnya yang menuju
ke Libanon Selatan, tempat dimana kelompok Hisbullah bermarkas.
Suriah
yang berbatasan langsung dengan Israel, pada 1967 terlibat dalam peperangan
sengit. Dalam perang itu Israel berhasil merebut Dataran Tinggi Golan. Kawasan
yang merupakan salah satu daerah tersubur di wilayah Timur Tengah itu karena
ada pepohonan seperti di daerah tropis serta menjadi pusat pengembangan
berbagai produk pertanian, hingga sekarang tetap dikuasai Israel.
Israel
sekalipun mendapatkannya melalui perang, tetapi belakangan mengklaim Dataran
Tinggi Golan sebagai salah satu wilayah yang memiliki status "Tanah
Perjanjian" atau tanah yang dijanjikan sang Pencipta kepada Israel.
Untuk
memperkuat status itu, Israel mengerahkan sejumlah arkeolog, menggali berbagai
tanah dan bebatuan sebagai alat bukti bahwa Dataran Tinggi Golan dulunya,
ribuan tahun sebelumnya merupakan salah satu pusat pemukiman bangsa Yahudi.
Sehingga dalam konteks perdebatan, cara Israel mengklaim kepemilikan Dataran
Tinggi Golan, nyaris sama dengan apa yang dilakukannya atas wilayah Palestina.
Timbul
pertanyaan, apa yang menyebabkan Indonesia diam seribu bahasa dalam menghadapi
konflik Suriah? Padahal sesuai amanat konstitusi bahwa Indonesia harus berperan
aktif dalam menciptakan dan menjaga perdamaian dunia.
Apakah para pelaksana kebijakan di kalangan birokrat
sudah melupakan amanat konstitusi atau semata-mata keterbatasan kemampuan atau
karena kualitas kepemimpinan Indonesia di forum internasional semakin tergerus?
Semoga tidak demikian.[3]
II.2. Penyebab Konflik di Syria
Negara Suriah modern didirikan usai Perang Dunia Pertama,
yaitu setelah mendapatkan kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1946. Pasca
meraih kemerdekaannya, Suriah kerap diguncang oleh gejolak serta kudeta
militer, yang sebagian besar terjadi antara periode 1949-1971. Kemudian antara
periode 1958-1961, Suriah bergabung dengan Mesir membentuk perserikatan yang
dikenal dengan RPA (Republik Persatuan Arab). Perserikatan itu berakhir karena
terjadinya kudeta militer di Suriah. Sejak tahun 1963 hingga 2011, Suriah terus
memberlakukan UU Darurat Militer, sehingga dengan demikian sistem
pemerintahannya pun dianggap oleh pihak barat tidak demokratis.
Presiden Suriah adalah Bashar al-Assad, yang telah mengambil tampuk
pemerintahan dari ayahnya Hafez al Assad dengan penunjukan secara aklamasi.
Serta telah berkuasa di negara itu mulai tahun 2000. Sejak era perang dingin,
Suriah terkenal dengan kekuatan militernya di kawasan, dan identik dengan
julukan Rusia Timur Tengah. Hal itu berkat kedekatan hubungan Suriah dengan
Rusia, sehingga kerap mendapat suplai senjata modern dari negara digdaya itu.
Alasan ini jualah yang membuat Israel sedikit segan untuk melakukan perang
frontal menghadapi Suriah dalam persengketaan Dataran Tinggi Golan. Di samping
itu, Suriah menjadi tumpuan beberapa negara kawasan dalam menyelesaikan konflik
militer yang sering terjadi di Timur Tengah.
Fakta membuktikan, bahwa sebagian besar negara Arab adalah aliansi abadi blok
Barat, yang dinakhodai langsung oleh Amerika Serikat sebagai kekuatan Super
Power tunggal dunia. Keberadaan kekuatan militer Suriah di kawasan tentu saja
menjadikan mereka jengah, karena dianggap sebagai kekuatan lawan. Tidak jarang,
beberapa kasus sebelumnya sudah pernah diangkat untuk merontokkan Suriah
terutama presidennya, namun semuanya gagal.
Terpaan Badai Arab Spring 2011 (
Badai Musim Semi Arab 2011), yang telah merontokkan beberapa kekuatan besar di
negeri Arab. Ternyata dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Padahal sebelumnya, presiden Suriah Bashar al Assad dengan
sangat optimis telah mengungkapkan, bahwa badai Musim Semi Arab tidak akan
menerpa Suriah, karena rakyat Suriah secara umum telah memperoleh hak-hak
mereka secara adil, jadi tidak ada alasan bagi rakyat Suriah untuk melakukan
revolusi di negara tersebut.
Namun, kesempatan emas itu nampaknya tidak disia-siakan oleh pihak-pihak
tertentu. Terbukti dengan merebaknya amunisi perlawanan rakyat yang dimotori
oleh kelompok minoritas di negera tersebut. Yang menurut informasi dari pejabat
Suriah, mereka pihak yang berkepentingan sengaja mendukung kelompok minoritas
untuk melakukan perlawanan demi suksesnya target jahat dalam menghancurkan
Suriah dari dalam.
Sehingga kelompok negara-negara Arab yang selama ini bersebrangan dengan Suriah,
yang memang telah mendominasi Liga Arab tersebut. Mendorong lembaga tertinggi
negara-negara Arab itu untuk membekukan keanggotaan Suriah, serta menyerahkan
kasus Suriah kepada Dewan Keamanan PBB untuk segera diselesaikan secara
internasional.
Selanjutnya, hal ini pulalah yang membuat Rusia dan Cina sebagai mitra abadi
semakin tidak nyaman di kursinya. Karena mereka merasa termasuk kelompok yang
paling dirugikan berkaitan dengan masalah Suriah, jika putusan DK PBB itu
disahkan. Yang pada akhirnya berujung pada jatuhnya veto dari kedua negera
adidaya tersebut.
Dari pertikaian dua kelompok penguasa dunia ini, yang paling menderita adalah
rakyat Suriah sendiri. Mereka adalah pihak pertama yang merasakan langsung
imbas dari pertarungan sengit saat ini. Sehingga, seorang ibu harus rela
melihat anaknya meregang nyawa tanpa sebab. Seorang
isteri harus mampu menahan isak dan dendam karena suami tercinta dieksekusi
tanpa kesalahan yang dibuat. Bahkan, ribuan anak-anak yang tidak berdosa
tiba-tiba menjadi yatim piatu. Sebenarnya inilah yang menjadi tanggungjawab
kita saat ini. Yaitu menyelamatkan nyawa anak manusia yang tidak berdosa, dan
menyelamatkan rakyat Suriah dari keserakahan dua kekuatan dunia.[4]
BAB III
Studi Kasus
Aktivis FIPS: Konflik
Suriah Adalah Perang Ideologi Syiah vs Ahli Sunnah
http://www.an-najah.net/berita/aktivis-fips-konflik-suriah-adalah-perang-ideologi-syiah-vs-ahli-sunnah/ di akses pada Hari Rabu, 08 Mei 2013 pukul
01:07 WIB.
(an-najah.net) – Sebagian kaum muslimin belum
memahami bagaimana sejatinya latar belakang konflik Suriah yang telah melewati
lebih dari dua tahun ini. Hal ini karena sebagian tokoh Islam menyebut konflik
Suriah hanyalah perang sektarian. Namun, hal tersebut dibantah oleh Ustad Abu
Haris, Lc, dalam Tabligh Akbar bertajuk:
Konflik Suriah Dampak Kesesatan Aqidah Syiah, di masjid Darussalam, Kotawisata
Cibubur, Bogor, Selasa (12/3).
Menurut dia yang juga aktif di Forum Indonesia
Peduli Suriah (FIPS) ini, konflik Suriah adalah konflik ideologi, bukan konflik
sektarian seperti yang diyakini sebagian orang.
“Konflik Suriah adalah konflik ideologi, terutama
ahli sunah dengan Syiah Nushairiyah,” sebutnya dengan suara lantang.
Karena itulah, dai berjenggot tebal ini mengingatkan
kaum muslimin Indonesia agar memperkuat akidah. Sebab, Syiah memiliki Grand
Strategy mensyiahkan negeri-negeri kaum muslimin ahli sunah. Mereka memiliki
rencana besar yang dikenal dengan sebutan Bulan Sabit Syiah, yang membentang
antara Iran sampai Suriah. Di antara targetnya ialah menguasai dan
menghancurkan Kakbah, kiblat kaum muslimin.
Seperti dijelaskan, sejarah mencatat, Syiah
Nushairiyah telah melakukan banyak pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Ibnu
Kasir, seperti dikutip oleh dai sekaligus relawan Suriah ini, menyebutkan dalam
kitab Al-Bidayah wan Nihayah bahwa 696 H, membantu jalur masuk Pasukan Tatar
untuk merebut benteng kaum muslimin di Damaskus, Suriah. Jatuhnya benteng ini
ke tangan musuh tidak lepas dari peran penganut pemahaman sesat Syiah
Nushairiyah.
Tahun 709 Hijriah, kaum Syiah membantu Tentara Salib
membantai kaum muslimin di Aleppo. Dan masih banyak lagi pengkhianatan yang
lain.
Sebenarnya, jumlah penganut Syiah Nushairiyah di
Suriah hanya sedikit, tetapi mengapa mereka bisa berkuasa di tengah-tengah mayoritas ahli
sunah? Lagi-lagi, seperti dijelaskan oleh pemateri, mereka berkuasa sebagai
hasil dari pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Pada tahun 1920 M, penjajah
Prancis memasuki Suriah dengan bantuan para pengkhianat tersebut. Merekalah
yang membuka jalur bagi Prancis untuk menjajah Suriah. Pada masa inilah muncul
tokoh yang diagung-agungkan oleh Syiah Nushairiyah yang bernama Sulaiman
Al-Mursyid.
Di akhir sesi, Ustad Haris menyebutkan kisahnya saat
bertemu dengan saksi mata yang hidup pada masa Hafiz Assad, ayah Bashar Assad.
Hafiz Assad, mendapatkan kekuasaan setelah mengadakan transaksi dengan Zionis.
Zionis kala itu mau mendukungnya dengan dua syarat, pertama, mengakui
eksistensi negara Israel dan kedua, memberangus aktivis dakwah Islam yang
berupaya mengembalikan Yerusalem ke tangan kaum muslimin.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Dapat di katakan memang dampak
buruk di negara –negara syam ini sangat menjadikan titik media untuk membuat opini
publik internasional,karena publik terus mensorot kegentingan di negri syam
ini, dari segi HAM jelas sekali benar-benar melanggar karena dari pihak oposisi
atau pemerintah saling melakukan kekerasan, intimidasi dan perlakuan keji.
Tetapi yang paling parah adalah pihak militer pemerintah yang melakukan
pembunuhan besar-besaran yakni terutama anaka-anak.
Lalu tentang konflik yang sudah berkempanjangan ini
seakaan-akan tidak ada kedamaian di negri syam ini. Sebagaimana kita tau
keadaan di suriah kini sangat mencekam, sebagian masyarakat suriah mengungungsi
di negara tetangga seperti lebanon, jordania, arab saudi dan turki. Karena
sebagian masyarakat ada peduli dengan revolusi dan juga ada yg tdk peduli
dengan revolusi di suriah hanya mementingkan keselamatan keluarga.
Solusi yang di pertimbangkan oleh pihak barat memang
ada sedikit kongkretnya,
Kalaupun ada saran harusnya Liga Arab ataupun OKI
juga andil dalam penyelesaian konflik. begitu pun Para diplomat Indonesia yang
digadangkan ikut andil dalam musyawarah di Janewa, Swiss untuk menyelesaikan
konflik di suriah, karena dampak buruk goncangan regional, global, ekonomi di
timur tengah ini sangatlah memperihatinkan.
DAFTAR PUSTAKA
George
Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo,
Bandung,
1992, hal 199.
Link Of
Enthernet
1992, hal 199.
[3] http://m.inilah.com/read/detail/1955100/ri-diam-terhadap-konflik-suriah-ada-apa
[4] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120725093659AANnYV9
makalahnya bagus mas boleh izin copas ya..
BalasHapusMonggo...
BalasHapusKalo menurut saya, konflik ini polanya mirip irak, libya, afganistan, lihatlah setelah para pemimpin negri ini mati, apakah ada kedamaian disitu ato malah parah konfliknya, tentu anda sudah tau jawabanya, ,apakah setelah suharto lengser indonesia lebih baik, ,ngga kan malah berantakan, ,terima kasih
BalasHapusIya tapi ini konteksnya masih dalam arab spring, mungkin masih terus terjadi konflik di timur tengah tinggal nunggu giliran saja. akan tetapi perlu di ingat ada intervensi dan Propaganda amerika dan sekutunya melalui Media. sekarang itu sudah perang dunia ke 3 akan tetapi bentuknya ( Perang Ideologi) dan Korporasi Teknologi industri (MNC)
HapusKonflik di Suriah ini sungguh tragis, sudah seperti pembantain warganya sendiri. Korban anak-anak dan warga sipil. Justru anehnya bantuan dari negara negara kuat seperti Iran dan Rusia menambah kekuatan untuk menyerang.
BalasHapusMasyarakat dunia mengecam karena ini sudah di luar batas "kemanusiaan"
Lembaga Kemanusiaan ACT
Iya bahkan konvensi wina tentang perdamain dunia itu sudah gk ada artinya lagi di Syria. Blum lagi ada ISIS yg slalu memancing aksi perang. PBB aja udah kualahan karena dari tahun ke tahun makin sengit. Iran dan Rusia malah memblot bukan mengambil sarana Diplomasi.
Hapus