MALAYSIA
KONFLIK SABAH DAN KESULTANAN SULU
MAKALAH
(Disusun guna memenuhi tugas hubungan internasional asia
tenggara)
Penyusun
·
2011130015 : Alfian
Maulana
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN.
1.1.
Latar Belakang
Malaysia
adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari tiga belas negara bagian dan
tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara dengan luas 329.847 km persegi.
Ibukotanya adalah Kuala Lumpur, sedangkan Putrajaya menjadi pusat pemerintahan
persekutuan. Jumlah penduduk negara ini melebihi 27 juta jiwa. Negara ini
dipisahkan ke dalam dua kawasan — Malaysia Barat dan Malaysia Timur — oleh
Kepulauan Natuna, wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan. Malaysia berbatasan
dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei, dan Filipina. Negara ini
terletak di dekat khatulistiwa dan beriklim tropika. Kepala negara Malaysia
adalah Yang di-Pertuan Agong dan pemerintahannya dikepalai oleh seorang Perdana
Menteri.Model pemerintahan Malaysia mirip dengan negara parlementer
Westminster.
Malaysia
sebagai negara persekutuan tidak pernah ada sampai tahun 1963. Sebelumnya,
sekumpulan koloni didirikan oleh Britania Raya pada akhir abad ke-18, dan paro
barat Malaysia modern terdiri dari beberapa kerajaan yang terpisah-pisah.
Kumpulan wilayah jajahan itu dikenal sebagai Malaya Britania hingga
pembubarannya pada 1946, ketika kumpulan itu disusun kembali sebagai Uni
Malaya. Karena semakin meluasnya tentangan, kumpulan itu lagi-lagi disusun
kembali sebagai Federasi Malaya pada tahun 1948 dan kemudian meraih kemerdekaan
pada 31 Agustus 1957.
Pada
16 September 1963 sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dalam proses
dekolonialisasi, Singapura, Sarawak, Borneo Utara atau yang sekarang lebih
dikenal sebagai Sabah berubah menjadi negara bagian dari federasi bentukan baru
yang bernama Malaysia termasuk dengan Federasi Malaya dan pada 9 Agustus 1965
Singapura kemudian dikeluarkan dari Malaysia dan menjadi negara merdeka yang
bernama Republik Singapura. Saat tahun-tahun awal pembentukan federasi baru
terdapat pula tentangan dari Filipina dan konflik militer dengan Indonesia
Bangsa-bangsa
di Asia Tenggara mengalami ledakan ekonomi dan menjalani perkembangan yang
cepat di penghujung abad ke-20. Pertumbuhan yang cepat pada dasawarsa 1980-an
dan 1990-an, rata-rata 8% dari tahun 1991 hingga 1997, telah mengubah Malaysia menjadi
Negara industri baru Karena Malaysia adalah salah satu dari tiga negara yang
menguasai Selat Malaka, perdagangan internasional berperan penting di dalam
ekonominya. Pada suatu ketika, Malaysia pernah menjadi penghasil timah, karet
dan minyak kelapa sawit di dunia. Industri manufaktur memiliki pengaruh besar
bagi ekonomi negara ini. Malaysia juga dipandang sebagai salah satu dari 18
negara berkeanekaragaman hayati terbesar di dunia.
Suku
Melayu menjadi bagian terbesar dari populasi Malaysia. Terdapat pula komunitas
Tionghoa-Malaysia dan India-Malaysia yang cukup besar. Bahasa Melayu dan Islam
masing-masing menjadi bahasa dan agama resmi negara.
Malaysia
adalah anggota perintis ASEAN dan turut serta di berbagai organisasi
internasional, seperti PBB. Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia juga
menjadi anggota Negara-Negara Persemakmuran. Malaysia juga menjadi anggota D-8.
1.2.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari Latar belakang diatas, penulis dapat
merumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1.
Mengapa kita harus mengetahui Negara malaysia
2.
Asal-asul dan Sejarah Negara Malaysia
3.
Mengingatkan kita semua sebagai studi Hubungan
Interanasional perlunya dalam mengetahui sebuah negara lain.
4.
Menganalsis sebuah studi kasus (Konflik Malaysia
– Filipina)
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah HI di Asia
Tenggara serta menambah pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
( Malaysia )
II.1. ETIMOLOGI DAN SEJARAH
MALAYSIA
Etimologi.
Nama
"Malaysia" diadopsi pada 1963 ketika Federasi Malaya bertambah
Singapura, Sabah, dan Sarawak membentuk federasi bernama Malaysia Tetapi nama
itu sendiri pernah membingungkan ketika dipakai untuk merujuk wilayah-wilayah
di Asia Tenggara. Sebuah peta yang diterbitkan pada 1914 di Chicago menampilkan
nama Malaysia pada wilayah tertentu di Nusantara. Politikus di Filipina pernah
menghendaki penamaan negara mereka sebagai "Malaysia", tetapi Malaysia-lah
yang pertama mengadopsi nama itu pada 1963 sebelum Filipina bertindak lebih
jauh tentang masalah itu. Nama lain pernah dianjurkan untuk federasi 1963. Di
antaranya adalah Langkasuka (Langkasuka adalah sebuah kerajaan kuno yang berada
di bagian hulu Semenanjung Malaya pada milenium pertama masehi).
Bahkan
mundur lebih jauh lagi, seorang etnolog Inggris, George Samuel Windsor Earl, di
dalam jilid IV Jurnal Kepulauan India dan Asia Timur pada 1850 mengusulkan
untuk menamai kepulauan Indonesia sebagai Melayunesia atau Indunesia, kendati
dia lebih menyukai yang terakhir.
Sejarah
Semenanjung
Malaya berkembang sebagai pusat perdagangan utama di Asia Tenggara, karena
berkembangnya perdagangan antara Cina dan India dan negara lainnya melalui
Selat Malaka yang sibuk. Claudius Ptolemaeus menunjukkan Semenanjung Malaya
pada peta dininya dengan label yang berarti "Golden Chersonese",
Selat Malaka ditulis sebagai "Sinus Sabaricus". Dari pertengahan
hingga akhir milenium pertama, sebagian besar semenanjung, begitupun Nusantara
berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Kerajaan
Melayu yang paling awal tercatat dalam sejarah tumbuh dari kota-pelabuhan tepi
pantai yang dibuat pada abad 10. Di dalamnya termasuk Langkasuka dan Lembah
Bujang di Kedah, dan juga Beruas dan Gangga Negara di Perak dan Pan Pan di
Kelantan. Diperkirakan semuanya adalah kerajaan Hindu atau Buddha. Islam tiba
pada abad ke-14 di Terengganu.
Terdapat
banyak kerajaan Cina dan India pada abad ke-2 dan ke-3 Masehi—sebanyak 30 buah
menurut sumber Cina. Kedah—dikenal sebagai Kedaram, Cheh-Cha (menurut I-Ching),
atau Kataha di dalam tulisan Palawa atau bahasa Sanskerta kuno—berada di jalur
serbuan pedagang dan raja India. Rajendra Chola, Kaisar Tamil kuno yang diduga
berada di sekitar Kota Gelanggi, menjadikan Kedah tunduk pada 1025, tetapi
penggantinya, Vira Rajendra Chola, harus melumpuhkan pemberontakan Kedah untuk
mengatasi para penyerbu. Kedatangan Chola berhasil meredam keagungan Sriwijaya,
yang memberi pengaruh besar kepada Kedah dan Pattani bahkan sampai ke Ligor.
Kerajaan
Buddha, Ligor mengambil kendali Kedah segera setelahnya, dan rajanya,
Chandrabhanu menggunakan tempat ini sebagai basis untuk menyerang Sri Lanka
pada abad ke-11, sebuah peristiwa yang dipahat di atas prasasti batu di
Nagapattinum di Tamil Nadu dan di dalam kisah-kisah bangsa Sri Lanka,
Mahavamsa. Selama milenium pertama, masyarakat di Semenanjung Malaya mengadopsi
Hindu dan Buddha dan penggunaan bahasa Sanskerta hingga mereka beralih kepada
Islam.
Ada
beberapa laporan dari wilayah lain yang lebih tua dari Kedah—misalnya kerajaan
kuno Gangga Negara, di sekitar Beruas di Perak, mendorong sejarah Malaysia
lebih jauh ke belakang. Jika itu belum cukup, sebuah puisi Tamil,
Pattinapillai, dari abad ke-2 M, menjelaskan barang-barang dari Kadaram
menumpuk di jalanan ibukota Chola. Sebuah drama sanskerta dari abad ke-7,
Kaumudhimahotsva, merujuk Kedah sebagai Kataha-nagari. Agnipurana juga
menyebutkan sebuah daerah yang dikenal Anda-Kataha dengan salah satu batasnya
menggambarkan sebuah puncak gunung, yang diyakini para sarjana sebagai Gunung
Jerai. Kisah-kisah dari Katasaritasagaram menjelaskan kemewahan hidup di
Kataha.
Pada
permulaan abad ke-15, Kesultanan Melaka didirikan di bawah sebuah dinasti yang
didirikan oleh Parameswara, pangeran dari Palembang, Indonesia, di dalam
kekaisaran Sriwijaya. Penaklukan memaksa dia dan pendukungnya melarikan diri
dari Palembang. Parameswara berlayar ke Temasek untuk menghindari penganiayaan
dan tiba di bawah perlindungan Temagi, seorang penghulu Melayu dari Pattani
yang ditunjuk oleh Raja Siam sebagai bupati Temasek. Beberapa hari kemudian,
Parameswara membunuh Temagi dan mengangkat dirinya sendiri sebagai bupati.
Kira-kira lima tahun kemudian, dia meninggalkan Temasek karena ancaman dari
Siam. Selama periode ini, Temasek juga diserang oleh serombongan armada Jawa
dari Majapahit.
Dia
kemudian memimpin ke utara untuk mendirikan permukiman baru. Di Muar,
Parameswara berkehendak mendirikan kerajaan barunya di Biawak Busuk atau di
Kota Buruk. Mengetahui lokasi Muar tidaklah cocok, dia meneruskan perjalanannya
ke utara. Di sepanjang jalan, dia dilaporkan telah mengunjungi Sening Ujong
(nama lampau untuk Sungai Ujong modern) sebelum sampai di sebuah perkampungan
nelayan di bibir Sungai Bertam (nama lampau untuk Sungai Melaka modern). Tempat
itu lambat laun berkembang menjadi lokasi Melaka masa kini. Menurut Sejarah
Melayu, di situlah dia menyaksikan kancil mengecoh anjing ketika berteduh di
bawah pohon Melaka. Dia mengambil apa yang dia lihat sebagai pertanda yang baik
dan kemudian dia mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Melaka, kemudian dia
membangun dan memperbaiki fasilitas untuk tujuan perdagangan.
Peralihan
agama Parameswara ke Islam tidaklah jelas. Menurut sebuah teori oleh Sabri Zain
[3], Parameswara menjadi seorang Muslim ketika dia menikahi seorang Puteri
Samudera Pasai dan dia menyertakan gelar bergaya Persia "Syah",
dengan menyebut dirinya Iskandar Syah. Juga ada referensi yang menunjukkan
bahwa beberapa anggota kelas penguasa dan komunitas saudagar yang menetap di
Melaka telah menjadi Muslim. Kisah-kisah Cina menyebutkan bahwa pada 1414,
putera penguasa pertama Melaka mengunjungi Ming untuk mengabari mereka bahwa
ayahnya telah wafat. Putera Parameswara diakui secara resmi sebagai penguasa
kedua Melaka oleh Kaisar Cina dan bergelar Raja Sri Rama Vikrama, Raja
Parameswara dari Temasik dan Melaka dan dia dikenal sebagai tokoh Muslim Sultan
Sri Iskandar Zulkarnain Syah atau Sultan Megat Iskandar Syah, dan dia menguasai
Melaka dari 1414 sampai 1424. Kerajaan ini menguasai wilayah yang sekarang ini
disebut Semenanjung Malaya, selatan Thailand (Pattani, dan pantai timur
Sumatera. Kerajaan ini berlangsung selama lebih dari satu abad, dan dalam
periode tersebut menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara. Melaka, sebagai pelabuhan
perdagangan penting, terletak hampir di tengah-tengah rute perdagangan Cina dan
India.
Pada
1511, Melaka ditaklukkan oleh Portugues,
yang mendirikan sebuah koloni di sana; maka berakhirlah Kesultanan Melaka.
Tetapi, Sultan terakhir melarikan diri ke Kampar, Riau, Sumatera dan meninggal
di sana. Putera-putera Sultan Melaka terakhir mendirikan dua kesultanan di
tempat lain di semenanjung & mdash; Kesultanan Perak di utara, dan
Kesultanan Johor (mulanya kelanjutan kesultanan Melaka kuno) di selatan. Setelah
jatuhnya Melaka, tiga negara berjuang menguasai Selat Malaka: Portugis (di
Melaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh. Konflik ini berlangsung sampai
tahun 1641, ketika Belanda (bersekutu dengan Kesultanan Johor) untuk merebut
Melaka.
Kerajaan
ini merupakan kelanjutan dari Kesultanan Malaka tua, tapi sekarang dikenal
dengan nama Kesultanan Johor, yang masih ada sampai sekarang. Setelah jatuhnya
Melaka, tiga negara berebut untuk mengambil kontrol Selat Malaka: Portugis (di
Malaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh; dan peperangan berakhir pada
1641, ketika Belanda (bersekutu dengan Kesultanan Johor) merebut Malaka.
Britania Raya, mendirikan koloni pertamanya di
Semenanjung Malaya pada 1786, dengan penyewaan pulau Penang kepada Perusahaan
Hindia Timur Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai
Melaka setelah ditandatanganinya Traktat London atau Perjanjian
Britania-Belanda 1824 yang membagi kepemilikan Nusantara kepada Britania dan
Belanda, Malaya untuk Britania, dan Indonesia untuk Belanda.[36] Pada 1826,
Britania mendirikan Koloni Mahkota di Negeri-Negeri Selat, menyatukan
kepemilikannya di Malaya: Penang, Melaka, Singapura, dan pulau Labuan. Penang
yang didirikan pada 1786 oleh Kapten Francis Light sebagai pos komersial dianugerahkan
oleh Sultan Kedah. Negeri-Negeri Selat mulanya diurus di bawah British East
India Company di Kalkuta, sebelum Penang, dan kemudian Singapura menjadi pusat
pengurusan koloni mahkota, hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan
dialihkan kepada Kantor Kolonial di London.
Selama
abad ke-19, banyak negeri Melayu berupaya untuk mendapatkan bantuan Britania
untuk menyelesaikan konflik-konflik internal mereka. Kepentingan komersial
pertambangan timah di negeri-negeri Melayu bagi para saudagar di Negeri-Negeri
Selat membuat pemerintah Britania melakukan campur tangan di dalam
negeri-negeri penghasil timah di Semenanjung Malaya. Diplomasi Kapal Meriam
Britania ditugaskan demi mewujudkan resolusi perdamaian terhadap kekacauan
sipil yang disebabkan oleh bandit Cina dan Melayu. Pada akhirnya Perjanjian
Pangkor 1874 meretas jalan untuk perluasan pengaruh Britania di Malaya.
Memasuki abad ke-20, negeri Pahang, Selangor, Perak, dan Negeri Sembilan,
bersama-sama dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu (jangan dirancukan
dengan Federasi Malaya), di bawah kendali de facto residen Britania diangkat
untuk menasihati para penguasa Melayu. Orang Britania menjadi
"penasihat" di atas kertas, tetapi sebenarnya, mereka menjalankan
pengaruh penting di atas para penguasa Melayu.
Lima
negeri lainnya di semenanjung, dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu,
tidak diperintah langsung dari London, juga menerima para penasihat Britania di
penghujung abad ke-20. Empat dari lima negeri itu: Perlis, Kedah, Kelantan, dan
Terengganu sebelumnya dikuasai Siam. Negeri yang tidak bersekutu lainnya,
Johor, satu-satunya negeri yang memelihara kemerdekaannya di sebagian besar
abad ke-19. Sultan Abu Bakar dari Johor dan Ratu Victoria kenalan pribadi, dan
mengakui satu sama lain sederajat. Hal ini tidak pernah terjadi hingg 1914
ketika pengganti Sultan Abu Bakar, Sultan Ibrahim menerima seorang penasihat
Britania.
Di
pulau Borneo, Sabah diperintah sebagai koloni mahkota Borneo Utara, sedangkan
Sarawak diperoleh dari Brunei sebagai kerajaan pribadi keluarga Brooke, yang
berkuasa sebagai Raja Putih.
Mengikuti
Invasi Jepang ke Malaya dan pendudukan beruntunnya selama Perang Dunia II,
dukungan rakyat untuk kemerdekaan tumbuh. Pasca-perang, Britania berencana
menyatukan pengelolaan Malaya di bawah koloni mahkota tunggal yang disebut Uni
Malaya didirikan dengan penentangan yang hebat dari Suku Melayu, yang melawan
upaya pelemahan penguasa Melayu dan mengizinkan kewarganegaraan ganda kepada
Tionghoa-Malaysia dan kaum imigran lainnya. Uni Malaya, didirikan pada 1946 dan
terdiri dari semua kepemilikan Britania di Malaya, kecuali Singapura,
dibubarkan pada 1948 dan diganti oleh Federasi Malaya, yang mengembalikan
pemerintahan sendiri para penguasa negeri-negeri Malaya di bawah perlindungan
Britania.
Selama
masa itu, pemberontakan di bawah kepemimpinan Partai Komunis Malaya
melaksanakan operasi gerilya yang dirancang untuk mengusir Britania dari
Malaya. Darurat Malaya, begitulah dikenalnya, berlangsung sejak 1948 hingga
1960, dan melibatkan kampanye anti-kekacauan oleh serdadu Persemakmuran di
Malaya. Meskipun kekacauan dengan cepat ditumpas masih saja menyisakan
kehadiran serdadu persemakmuran, dengan latar belakang Perang Dingin. Melawan
latar belakang ini, kemerdekaan untuk Federasi di dalam Persemakmuran diberikan
pada 31 Agustus 1957.
STATISTIK
:
Ibu kota : Kuala Lumpur Putrajaya (pusat
administratif)
Kota terbesar : Kuala Lumpur
Bahasa nasional : Bahasa Melayu (Bahasa
Malaysia), Inggris, Cina
Bentuk Negara : Monarki terpilih
konstitusional federal dan demokrasi parlementer)
- Yang
di-Pertuan : Agong Tuanku Mizan Zainal Abidin
- Perdana
Menteri : Najib Tun Razak
Kemerdekaan
- Dari
Britania Raya (hanya Malaya)
31 Agustus 1957
- Federasi (dengan Sabah, Sarawak dan
Singapura)
16 September 1963
Luas
- Total 329,847 km2 (66)
- Air
(%) 0,3
Penduduk
- Perkiraan
Sep 2008 27.730.000[3] (43)
- Sensus
2000 24.821.286
- Kepadatan 845/km2 (114)
Mata uang : Ringgit (RM) (MYR)
Zona waktu : MST (UTC+8)
Lajur kemudi : kiri
Ranah Internet : .my
Kode telepon : 606
BAB III
Studi Kasus
Konflik
Sabah Malaysia - Kesultanan Sulu
III.1. Kesultanan
Sulu Filipina menduduki bagian wilayah Sabah Malaysia.
Selasa,
19 Februari 2013, 09:30-
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/391441-kenapa-kesultanan-filipina-ngotot-rebut-sabah-dari-malaysia
Polisi Malaysia berjaga di Lahad Datu, Sabah,
yang diduduki 100 komplotan bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina.
(REUTERS/Bazuki
Muhammad)
VIVAnews
- Orang-orang
bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina, sudah sepekan ini menduduki sebuah
wilayah di Sabah, Malaysia. Mereka menganggap wilayah tersebut sebagai warisan
Kesultanan Sulu yang harus dikembalikaan.
Aksi
ini dilakukan setelah Kesultanan Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai
antara pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di
Kepulauan Mindanao. Kesepakatan ini menyebut Mindanao--termasuk Sulu--sebagai
wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola
secara independen.
Kesepakatan
tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan
berniat merebut wilayah mereka di tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia.
Lantas,
apa yang menyebabkan Kesultanan Sulu berani mengklaim wilayah Sabah sebagai
tanah warisannya? Kolumnis Rita Linda V. Jimeno, sebagaimana dimuat oleh Manila
Standard Today, Senin 18 Februari 2013, menuliskan jejak sejarah kaitan antara
Kesultanan Sulu dengan wilayah Sabah.
Dalam
sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North
Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei
memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa
bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada
1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company,
melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos
perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh
Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol.
Pada
1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah
pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.
Di
tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau
North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian
membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada
1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang
mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan
pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk
mendukung Ingris. Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang
kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.
Setelah
Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk
proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah
memilih bergabung dengan Federasi Malaisia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan
hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke
Sulu.
Pada
16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura,
membentuk Federasi Malaysia merdeka.
Menurut
Jimeno, klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian
sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris.
Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo
pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi
Malaysia.
Klaim
FIlipina atas Sabah, atas nama Kesultanan Sulu, sebenarnya bukan kali ini saja
terjadi. Klaim itu pertama kali dilakukan pada masa Presiden Diosdado Macapagal
pada 1962, sebelum Malaysia terbentuk. Namun klaim ini telah berlarut-larut
dari tahun ke tahun.
Juru
Bicara Departemen Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan, pemerintahnya
belum melakukan perundingan lagi atas 'perang klaim' antara Kesultanan Sulu
dengan Malaysia ini. Dia menolak laporan media Malaysia yang menyebut
perundingan antara Malaysia dengan orang-orang dari Kesultanan Sulu telah
berakhir dan orang-orang bersenjata itu akan dideportasi dari wilayah yang kaya
akan minyak itu.
"Sampai
sekarang tidak ada diskusi mengenai klaim kami di Sabah. Masalah ini tergantung
pada pembuat kebijakan di negara kami untuk menentukan secara cermat apa yang
akan dilakukan atas isu ini," kata Hernandez sebagaimana dikutip laman
interaksyon, Senin kemarin. (sj)
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
IV.1. Kesimpulan
Dalam makalah ini adalah Negara
Malaysia yang sudah kita kenal yakni Negara satu rimpun sejarahnya pada kala
itu kerajaan malaka menguasai sampai Riau ( Indonesia ) Melayu. Dari situ
sebagai Negara tetangga sudah selayaknya menjalin hubungan diplomatic dengan
secara sebaik-baiknya. Dan focus di makalah ini tentang permasalahan konflik di daerah sabah dengan
kesultanan sulu (Filipina ) kita dapat belajar tentang issu ini karena konflik
sudah banyak public internasional yang tau. masalah ini dapat seyogyanya
bagaimana menyelesaikan konflik tersebut. Yakni harus kebijakan luar negeri lah
dari kedua Negara itu harus bernegosiasi menyelesaikan konflik tersebut bukan
perang. Terutama pihak aparat Malaysia Karena sudah melakukan pelanggaran HAM
yang di isukan memberlakukan penganiayaan warga filipina seperti binatang .
Dan
sinyalir Kelompok pegiat hak asasi hari ini menyatakan akan mengajukan
pemerintah Malaysia ke badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas dugaan
pelanggaran hak asasi terhadap warga Filipina saat terjadinya konflik
bersenjata antara pasukan Malaysia dengan kelompok pengikut Kesultanan Sulu di
Negara Bagian Sabah. Stasiun televisi ABS-CBN
melaporkan, Senin (1/4/2013), baik pegiat perorangan maupun kelompok hari
ini mendesak Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Navanethem
Pillay dan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Antonio Guterres,
turut campur tangan terkait masalah ini sehingga Malaysia dapat menghormati hak
asasi warga Filipina di Sabah dan mengakui Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia. .…___http://www.merdeka.com/dunia/malaysia-diadukan-ke-dewan-hak-asasi-pbb.html
IV.2. Saran
Perlunya
tindakan yang tegas dari masalah tersebut karena konflik tersebut masih
berlangsung sampai sekarang - - oleh karena itu harus ada mediasi itu pun
misalkan perlu.
Daftar Pustaka
References
link-internet.