Politik Hijau
Politik Hijau belum popular dikalangan
dunia Internasional pada era sebelum 1970-an. Dikarenakan pada jaman tersebut,
focus utama dunia internasional masih berkutat antara peperangan dan perdamaian
dunia saja. Namun, setelah maemasuki jaman 1970-an, isu Global Warming muncul
dan kerjasama internasionalpun terbentuk (Paterson,, 2001). Isu lingkungan
hidup mengemuka seiring dengan jumlah masyarakat di dunia ini yang semakin
meningkat pula. Tidak sedikit dari jumlah total populasi di dunia ini menjalankan
aktivitas ekonomi, politik, dan lain-lain dengan mengancam lingkungan hidup di
sekitarnya. Pada abad 20, Politik Hijau mulai mengembangkajn dan memulai dengan
menempatkan diri mereka kedalam bingkai untuk menjadi salah satu teori dalam
disiplin dunia hubungan internasional. Oleh karena itulah, Politik Hijau
merupakan perspektif yang masih sangat baru. (Peterson, 2001). Seiring dengan
jumlah masyarakat di dunia ini yang meningkat mengakibatkan jumlah konsumsi
suatu barang juga akan meningkat. Sehingga jumlah produksi suatu barang secara
tidak langsung juga akan meningkat pula. Karena tuntutan tersebut
industri-industri di dunia ini bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dunia. Pabrik-pabrik terus berkerja. Hal itu mengakibatkan
pencemaran lingkungan. Pabrik atau industri tersebut mengelola bahan mentah
menjadi barang jadi meninggalkan suatu limbah industri. Tidak sedikit limbah
industri yang mencemari lingkungan. Dan isu yang paling populer saat ini adalah
global warming yang tak lain dan tak bukan adalah suatu contoh konkret mengenai
pencemaran lingkungan dimana suhu bumi setiap tahunnya semakin bertambah panas
dan mengancam keselamatan manusia.
Selain mengakibatkan pencemaran lingkungan, kerja keras yang dilakukan
oleh industri tersebut juga dapat mengakibatkan menipisnya Sumber Daya Alam
(SDA). Banyaknya tuntutan dari masyarakat dunia membuat industri mau tidak mau
harus terus menggali sumber daya alam yang ada di dalam perut bumi. Sumber daya
alam tersebut sangat terbatas jumlahnya. Sehingga jika industri tersebut terus
menerus menggali atau mengeksploitasi sumber daya alam maka cadangan sumber
daya alam tersebut menipis dan kemudian menjadi langka atau bahkan habis tanpa
sisa. Misalnya saja penebangan pohon secara ilegal. Pencemaran lingkungan tidak
hanya dari industri itu saja tetapi juga datang dari rumah tangga. Kita semua
tahu bahwa setiap rumah memiliki mesin pendingin seperti kulkas dan penyejuk
ruangan. Meskipun itu memberikan keuntungan bagi kita tetapi benda tersebut tidak
memberikan keuntungan bagi lingkungan. Benda tersebut menghasilkan CFC
(Chlorofluorocarbon) yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan pula. Dari
isu-isu pencemaran lingkungan tersebut sekarang kita dapat memahami bahwa
hubungan internasional tidak melulu membicarakan mengenai keamanan dan ekonomi
internasional tetapi sekarang hubungan internasional juga membicarakan mengenai
lingkungan hidup sebagai tambahan dari dua topik utama sebelumnya (Porter dan
Brown dalam Jackson & Sorensen, 1999: 324).
Dari pencemaran lingkungan yang
mengancam samudera, laut, lapisan ozon, dan sistem iklim tersebut menimbulkan
perlawanan dari masyarakat dunia. Teori yang mewakili perlawanan masyarakat
dunia tersebut adalah politik hijau atau yang biasa kita sebut dengan green
politics. Politik hijau, secara garis besar, menjelaskan tentang rusak atau
musnahnya lingkungan alam dan satu fondasi normatif yang menentang pengrusakan
atau pemusnahan lingkungan tersebut dan menginginkan generasi masyarakat yang
berkelanjutan (Burchill & Linklater, 2009: 336). Sangatlah jelas bahwa para
penstudi politik hijau menentang pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
dengan merusak lingkungan alam yang dari kerusakan alam tersebut menjerumuskan
manusia ke dalam bahaya besar. Telah saya jelaskan sebelumnya bahwa tingginya
aktivitas industri telah merusak lingkungan alam sekitar yang mengakibatkan
ketidakjelasan cuaca, punahnya flora dan fauna yang kehilangan habitatnya, dan
lain-lain. Dengan asumsinya tersebut, para penstudi politik hijau menginginkan
lingkungan yang baik sehingga generasi penerus kita masih dapat menghirup udara
segar dan melihat dunia yang indah. Meskipun menginginkan terciptanya
lingkungan yang sehat tersebut, menurut saya, para penstudi tidak sepenuhnya
melawan atau bahkan menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
serta menghambat laju pembangunan yang meningkat pesat. Saya beranggapan,
melalui perkembangan IPTEK dan pembangunan tersebut para penstudi politik hijau
menginginkan adanya perkembangan yang bertaraf lingkungan atau ramah
lingkungan. Maksudnya adalah perkembangan yang lebih meminimalkan alat-alat
produksi yang mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan dan menggantinya
dengan yang lebih ramah lingkungan. Misalnya saja menggunakan alat bertenaga
surya.
Terdapat beberapa aliran yang
menanggapi globalisasi salah satunya adalah aliran institusionalisme liberal.
Aliran tersebut menginginkan negara yang mengatur produksi barang negaranya
sendiri sesuai dengan kebutuhan negaranya. Salah satu contoh kerusakan
lingkungan yaitu pemanasan global disebabkan oleh gas buang dari kendaraan
bermotor yang melebihi batas. Di Indonesia misalnya, menurut saya, meningkatnya
pengguna kendaraan bermotor tidak dapat dikontrol. Setiap tahunnya pengguna
sepeda motor meningkat beberapa persen. Oleh karena itu, politik hijau
beraliran institusionalisme liberal dimana negara harus mampu mengontrol
peningkatan pengguna kendaraan bermotor atau membatasi impor atau ekspor
kendaraan bermotor agar meminimalkan pengguna kendaraan bermotor sehingga dapat
menimimalisir dampak dari pemanasan global tersebut. Peranan negara tidak hanya
itu saja. Negara maju misalnya. Dalam partisipasinya dalam pelestarian
lingkungan mereka menyumbangkan dalam bentuk uang kepada negara berkembang yang
mempunyai hutan hujan tropis terbesar. Uang tersebut diberikan oleh negara maju
dengan harapan pemerintah negara berkembang tersebut untuk memelihara hutan
hujan tropis sebagai paru-paru dunia untuk menyaring lebih banyak
karbondioksida yang telah dihasilkan secara berlebihan.
Seiring dengan isu pemanasan global
atau yang biasa kita sebut dengan global warming. Tidak sedikit masayarakat
dunia atau negara yang mulai sadar akan lingkungan dan beraktifitas yang ramah
lingkungan. Meskipun demikian, menurut saya, kesadaran mereka akan lingkungan
itu lamban. Isu pemanasan global telah ada sejak dahulu kala. Setiap tahunnya
pemanasan global mengalami peningkatan yang signifikan tetapi dari perkembangan
yang signifikan tersebut masyarakat dunia baru menyadari akan isu tersebut
ketika pemanasan global berada dalam puncaknya. Oleh karena itulah, masyarakat
dunia lamban dalam menanggapi isu pemanasan global tersebut. Dalam pandangan
saya mengenai politik hijau, politik hijau menginginkan adanya generasi
penerus. Kerusakan lingkungan yang semakin menjadi mengancam generasi penerus
kita. Untuk itu, agar generasi penerus kita tidak terancam, para penstudi
politik hijau ini menginginkan adanya kegiatan yang ramah lingkungan seperti
yang telah saya sebutkan diatas.
Refensi artikel ini : yang di utamakan
Jackson, Robert & Georg
Sorensen. 1999. "Introduction to International Relations". New York:
Oxford University Press Inc.
Burchill, Scott & Andre
Linklater. 2009. "Teori-teori Hubungan Internasional" (diterjemahkan
oleh: M. Sobirin). Bandung: Penerbit Nusa Media.
copas,,
http://sofi-n-f-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-48434-Umum-Politik%20Hijau.html